Ahad 16 Dec 2018 10:41 WIB

Kisah Kotak Suara Alumunium Pemilu 2004

Dalam Pemilu itu ada soal yang sangat penting, yakni soal 'trust' (kepercayaan).

Red: Muhammad Subarkah
Seorang anggota Polri membawa kotak suara pemilu yang beirisi hasil Pemilu 2014 menyeberangi derasnya arus sungaisungai
Foto: DR Chusnul Mar'iyah
Seorang anggota Polri membawa kotak suara pemilu yang beirisi hasil Pemilu 2014 menyeberangi derasnya arus sungaisungai

Oleh: DR Chusnul Mar'iyah, Mantan Anggota KPU Pusat dan Pengamat Politik UI

Ceritera Kotak Suara Aluminium KPU Pemilu 2004 yang sudah digunakan 19 kali pemilu, 2019 bisa yang ke 20 pemilu bila dipakai, harga Rp 141 ribu (seri pemilu 1)

Membaca berita-berita tentang penggunaan kotak suara kardus atau karton pada pemilu 2019 menarik untuk melihat kembali logistik KPU 2004 yang fenomenal saat mengganti kotak suara dan bilik suara dengan aluminium.

Sebagai bersedia menjadi ketua divisi logistik, dengan catatan semua Anggota KPU bersama-sama memutuskan policy logistik KPU. Saat saya pergi ke Canada atas undangan Menteri Luar Negeri Canada, saya menyempatkan pergi ke KPU Canada dan meminta contoh kotak suara kardusnya. Demikian pula saya meminta mengumpulkan data-data logistik KPU di banyak negara.

Jepang menggunakan aluminium dengan design yang canggih. Harganya kala itu sekitar 700-an ribu. Kemudian model plastik yg dipergunakan di pemilu Timor Timur (pada saat referendum) juga dikumpulkan sebagai contoh bagaimana KPU membuat keputusan. Dari sekretariat tentu dikumpulkan juga contoh kotak suara dari kayu.

 

photo
Kotak suara pemilu 2004 di bawa menyeberangi laut. (DR Chusnul Mar'iyah)

Maka, dari sejak awal sebagai aktivis yang sadar lingkungan maka KPU membuat kriteria memutuskan tidak menggunakan kayu, alasan lingkungan, biaya yang mahal, berat pengiriman, dan selama pemilu di Indonesia tidak pernah dua kali dipergunakan.

Plastik memang transparan tapi tidak praktis di dalam penyimpanan dan tentu saja plastik juga secara lingkungan tidak friendly (ramah lingkungan).

Bila kini terjadi konroversi soal kotak suara kardus, sebenarnya itu lebih pada masalah trust (kepercayaan) KPU bahwa akan sulit meyakinkan kepada peserta pemilu, rakyat bahwa tidak akan terjadi manipulasi suara pemilu dengan mudah. Dan juga tidak eco friendly.

Selain itu kotak suara kardus tidak bisa digunakan berkali-kali. Alias boros dalam penggunaan uang rakyat. Termasuk tidak dipercaya karena alasan wilayah Indonesia yang banyak air, hujan, hingga laut. Hal tersbeut juga adanya kurang disiplinnya kita sebagai penyelenggara Pemilu. Akibatnya, kemungkinan terjadinya manipulasi pemilu masih rentan terjadi. Menyadari hal itu, maka pilihan kotak suara pemilu dengan baja, mahal, berat. Selain itu akan mahal dalam pengiriman.

photo
Aparat keamanan membawa hasil pemilu 2004 dalam kotak suara alumunium di daerah pedalaman. (DR Chusnul Mar'iyah)

Akhirnya KPU kala itu memutuskan menggunakan kotak suara yang terbuat dari aluminium. Harga satuannya kala itu Rp 141 ribu dan sudah dipergunakan  Pemilu 2004 (sebanyak tiga kali yakni pilpres, pilkada gubernur dan pilkada kabupaten kota). Pada Pemilu 2009 sebagian kotak suara alumunium ini hilang dicuri maka ditambah sekitar 20 persen diganti kotak aluminium baru.

Pada Pemilu 2014 sebagian dipakai kardus. Namun di berbagai tempat pemungutan suara masih dugunakan kotak suara aluminium. Ini karena kardus diangga tidak dapat dipercaya. Lalu kenapa KPU 2019 mengganti kotak suara dengan kardus?

Patut diphami, indikator utama sebagai penyelenggaraan Pemilu itu dapat dipercaya. Kardus sebagai kotak suara adalah sumber dari hasil pemilu yang tidak dapat dipercaya. Selain variabel-variabel lainnya.

photo
Membawa kotak suara di medan berbukit di pedalaman tanah air dengan menggunakan jasa kendaraan bermotor. (DR Chusnul Mar'iyah)

Pertanyaannya, kenapa tidak mau belajar hal-hal yang baik dari KPU pendahulunya? Tanpa trust dan kepercayaan publik maka hasil pemilu tidak memiliki legitimasi. 

Harap diketahui, Pemerintah Jepang akhirnya membeli juga kotak suara dan bilik suara aluminium produk indonesia untuk bantuan pemilu di Irak setelah sukses di 2004.

Nah, banyak sekli pertanyaan yang kemudian timbul akibat kebijakan ini. Bagaimana rakyat bisa percaya kotak suara dari kardus? Bagaimana KPU meyakinkan pemilih? Bagaimana KPU meyakinkan pemilih bahwa suara rakyat aman? Suara rakyat tidak mudah dicuri? Apalagi KPU belum bisa meyakinkan issue tentang DPT, EKTP yang tercecer berkarung-karung?  Bahkan di Depok, Jawa Barat. misalnya saja masih ada 177 ribuan pemilih yangg belum ada kejelasan orangnya.

Maka jelaskan kepada rakyat atas pertanyaan tersebut? Bukan argumennya aluminium juga bisa rusak? Atau rakyat disuruh diam karena 2014 dipakai? Tapi dipakai tidak di semua tps kan? Jelaskan itu? Media di mana mengapa terlihat enggan mengkritisi soal ini?

Makanya setiap anggota KPU harus faham ilmu politik dan ilmu hukum, bukan?

Maka agar pemilu yang jujur bisa berlangsung kami terus berjuang terus dan berdoa. Nasrum mina Allah wafathung qarib (Semoga Allah menunjukkan jalan yg benar).

Al faatihah. Aamiin.

photo
Kotak suara di bawa menyebarangi lautan pada Pemilu 2004. (koleksi DR Chusnul Mar'iyah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement