REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sarah Ismi Kamilah, Ibu Rumah Tangga tinggal di Paris
Sarah Ismi Kamilah. (foto: Dokumentasi pribadi)
Miris rasanya usai melihat berita tentang kasus prostitusi online yang menghebohkan Tanah Air karena ikut menyangkut deretan artis ibu kota. Lebih miris lagi ternyata fenomena ini sudah seperti gunung es yang hanya nampak sedikit ke permukaan, padahal kenyataannya lebih banyak lagi yang terjadi.
Contoh kecilnya saja kita bisa melihat fakta yang tertera pada portal berita Republika.co.id, yang memberitakan, dugaan polisi jika banyak artis dan selebgram yang terlibat prostitusi. Ini pun jika kita coba cari fakta lain di media akan muncul kasus serupa dengan orang berbeda. Bahkan jasa prostitusi bisa dengan mudah kita temui di media daring yang ada, seperti Instagram, Twitter dan lainnya.
Belum lagi jika lihat aturan negeri ini untuk menindak kasus ini ternyata tidak bisa menyelesaikan sampai tuntas, karena pada kasus ini pasal 296 KUHP yang menyatakan hanya bisa menjerat muncikari atau penyedia bisnis prostitusi online-nya saja. Dan menurut saya hukumannya pun tidak membuat jera, sebab hanya ancaman kurungan penjara maksimal satu tahun empat bulan dan denda paling banyak Rp 15 ribu.
Dalam hati saya sudah ngebatin, kalau kayak gini sih gimana mau hilang perbuatan maksiatnya karena gak sebanding dengan apa yang dilakukan pelaku. Harusnya hukuman yang ada bisa menjerat muncikari, PSK dan pengguna jasa PSK.
Sebenarnya ada pasal 284 KUHP yang bisa menjerat pengguna jasa PSK, tetapi penerapan pasal itu jadi perdebatan. Alasannya sejumlah pihak menganggap jerat pasal menjadi gugur jika hubungan bersetubuh dilakukan atas dasar suka sama suka dan tanpa ada paksaan.
Saya merasa tambah miris bercampur sedih apalagi jika harus membayangkan bagaimana yang akan dihadapi anak saya nantinya. Jika hal ini akan terus dibiarkan tentunya akan membuat keadaan negeri kita tercinta ini semakin buruk lagi.