Selasa 12 Mar 2019 11:58 WIB

Data Pemilih P4B dan Penyelenggaraan Pemilu Pasca Reformasi

Data pemilih menjadi sumber manipulasi hasil pemilu.

Chusnul Mariyah
Foto: Aditya Pradana Putra/Republika
Chusnul Mariyah

Oleh: DR Chusnul Mar'iyah, Mantan Komisioner KPU dan Pengajar Fisip UI

Kenapa data pemilih selalu menjadi masalah setiap 5 tahun sekali dalam penyelenggaraan pemilu? Secara teoritik maupun dalam praktiknya data pemilih dapat menjadi sumber manipulasi hasil pemilu. Data pemilih dapat digelembungkan maupun diciutkan tergantung kepada siapa yg berkuasa menentukan data pemilih itu dan apakah mau jujur? Oleh karena itu penyelenggara pemilu harus cerdas dalam menentukan bagaimana data pemilih dibuat dan data pemilih ditentukan serta kepentingan sebatas proyek 5 tahunan?

Untuk memahami data pemilih harus pula memahami data penduduk. Karena data pemilih berasal dari data penduduk. Penduduk, menurut ilmu demografi adalah orang yg tinggal di satu tempat selama 6 bulan berturut-turut. Pemilih adalah warga negara yang berusia 17 tahun atau sudah menikah, maka WNA tidak boleh masuk dalam daftar pemilih.

P4B pendataan penduduk dan pemilih berkelanjutan pada pemilu 2004.

Saat pemilu 2004, UU mengatur bahwa data pemilih ditentukan oleh KPU. Maka KPU memiliki divisi data penduduk dan pemilih. Saat menentukan data penduduk dan pemilih untuk kepentingan logistik jumlah TPS, jumlah Surat Suara, jumlah kotak Suara, dan seterusnya. KPU mengalami kesulitan. Ternyata Negara Republik Indonesia setelah 60 tahun merdeka tidak memiliki database kependudukan. Ada 5 lembaga yg memiliki data kependudukan dan setiap data kependudukan itu berbeda secara signifikan. Siapa mereka?

1. KPU sendiri yang berasal dari pemilu sebelumnya 1999. Namun tidak ada data daftarnya siapa nama dan alamat serta jenis kelsminnya. Hanya ada jumlahnya saja.

2. BPS, data yg dikumpulkan setiap 10 tahun sekali yaitu data sensus. Walaupun ada supas atau survey antar sensus setiap 5 tahun sekali. Secara UU, lembaga ini hanya dapat mengeluarkan data statistik. Bukan daftar nama, alamat dan jenis kelamin.

3. Data dari BKKBN yang ditunjukkan ke KPU saat itu. Data ini dianggap lengkap. Namun dasar pengumpulan untuk individu yg ikut KB menjadi kurang pas untuk kepentingan pemilu.

4. Data dari pemerintah daerah yang menginginkan jumlah penduduknya besar dengan tujuan untuk mendapatkan DAU dan DAK.

5. Data KTP dari kementrian dalam negeri. Persoalannya siapa yang percaya dengan data KTP di republik ini? Berapa banyak yang punya KTP ganda? Bagaimana dengan pemutakhiran KTP untuk yang pindah dan yang meninggal?

Alhasil, KPU membuat program pendataan penduduk dan pemilih berkelanjutan (P4B). BPS menjadi partner yang mengerjakan collecting data tersebut. Karena BPS memiliki kapasitas untuk melakukan itu dari semua lembaga yang ada secara terus menerus dengan sensus dan supasnya.

Bagaimana metodenya? Dibagi menjadi wilayah-wilayah untuk disisir dan door to door. Warga didatangi dan bagi yang sudah dicatat maka ditempel stiker KPU P4B Pemilu 2004. Sampai sekarang saya masih menemukan rumah di kampung-kampung dengan stiker itu.

Bagaimana dengan yg 'homeless' atau yang tercecer. BPS menentukan pada suatu malam di seluruh wilayah Indonesia secara bersamaan, kita datangi pasar, homeless di bawah jembatan, daerah-daerah red-light, pinggir-pinggir kereta, stasiun-stasiun kereta dsb.

Saat itu saya pergi ke daerah remang-remang di dekat stasiun Tanah Abang dengan rombongan kepala BPS dan juga ikut melakukan pendataan sampai dini hari.

Hasilnya? Pertama kali negara republik Indonesia memiliki database penduduk dengan 12 variabel termasuk penyandang cacat. Dengan adanya data P4B tersebut menutup perdebatan tentang data pemilih.

KPU 2004 pertama kali mengeluarkan ID Nasional kartu pemilih yang idenya menjadi kartu pemilih seumur hidup. Bila masih ada kesalahan KPU menerbitkan kartu pemilih tambahan.

Berapa biayanya? 427 milyar dan peralatan teknologi untuk keperluan itu seharga sekitar 50 Milyar diserahkan kepada BPS setelah proses selesai.

Sejak 18 Februari 2004, perdebatan tentang data pemilih selesai. Yang belum terdaftar di Pileg tetap akan dicatat untuk dapat mengikuti pilpres.

Model ini kita tiru dari voting roll dari AEC australian election commission. Data AEC sangat bagus karena menganut sistem compulsary voting. Memilih itu wajib. Pekerjaan AEC di non years election adalah memperbaiki data pemilih secara berkelanjutan.

Pada tanggal 8 Desember 2004 KPU menyerahkan satu copy database penduduk tersebut kepada kemendagri gratis. Namun UU no 32 tahun 2004 dab dlm UU pemilu 2009 berikutnya, kembali kemendagri mengambil alih what so called proyek pendataan penduduk dan pemilih 5 tahunan ini. Walau masih menggunakan database 2004, anggaran proyek pemutakhirannya mencapai 3,8 Trilyun dengan perubahan nomenklatur dari P4B menjadi DP4. Apakah data lebih baik? Wallahua'lam

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement