Ahad 17 Mar 2019 13:24 WIB

Kisah Shalat Idul Adha dan Jumat di New Zealand & Australia

Warga Muslim di New Zealand dan Australia begitu antusias memakmurkan masjid.

Ilham Bintang (kanan) bersama Dubes New Zealand, Tantowi Yahya, bersama para jamaah masjid di Wellington, Selandia Baru, melaksanakan shalat Iedul Adha
Foto: Ilham bintang
Ilham Bintang (kanan) bersama Dubes New Zealand, Tantowi Yahya, bersama para jamaah masjid di Wellington, Selandia Baru, melaksanakan shalat Iedul Adha

Oleh: Ilham Bintang, Jurnalis Senior

Catatan Selandia Baru atau New Zealand sebagai negeri yang bertahun- tahun menyandang gelar  negeri paling nyaman dan aman di dunia,  mendadak tercoreng, Jumat (15/3) siang ( atau pagi waktu di Indonesia) . Dicoreng oleh aksi brutal teroris yang memberondong jamaah  salat Jumat di dua mesjid di Christchurch. 50 jamaah tewas, puluhan luka- luka. Tiga WNI turut jadi korban dalam aksi teroris itu. Seorang tewas, Lilik Abdul Hamid. Dua lainnya luka. Yaitu Zulfirmansyah dan puteranya yang kini dirawat di RS. Satu dari empat yang diduga pelaku teror itu, Brenton Tarrat (28) telah diamankan oleh pihak berwajib. Senin (18/3), pria warga Australia itu mulai diadili sebagai terdakwa.

Padahal, baru satu hari sebelum kejadian teror keji itu, saya  kembali menulis perlakuan terpuji pemerintah dan warga Selandia Baru serta Australia menyediakan atau membuka  tempat untuk melaksanakan ibadah bagi umat Muslim, yang merupakan minoritas di dua negara bertetangga itu.

Pujian itu saya tulis di laman Facebook, Kamis (14/3) subuh saat berada di bandara Tullamarine, Melbourne  untuk kembali Jakarta. Saya dan isteri  menuju bandara pukul 04.30. Di tengah jalan, Isteri bertanya salat subuh di mana? Gampang. Saya memastikan  seluruh bandara di Australia menyediakan tempat ibadah.

Jaminan saya tidak meleset. Lepas dari pemeriksaan Imigrasi, sekitar jam 05. 45 — pas  saat suara azan berkumandang dari ponsel isteri—langsung terlihat petunjuk tempat beribadah. Di situlah kami shalat subuh.

Di kota Sydney, dan Perth yang sering saya kunjungi juga begitu. Tersedia  tempat untuk salat Jumat, termasuk di bandaranya. Setengah bulan trip saya  di Australia kemarin, dua kali saya hadiri Salat Jumat. Masing-masing di Abraham Mott Hall Sidney, Jumat (1/8) dan di Islamic Council of Victoria Melbourne (8/3). Di dua tempat itu, seperti juga di tempat lain di Selandia Baru, salat Jumat dilaksanakan dua kloter. Untuk menampung  jemaah dari berbagai negara. Itu cukup menjelaskan mengapa umumnya khotbah disampaikan khotib pendek. Sekitar 10-15 menit. Bahkan pernah cuma 5 menit.

Saya juga beberapa kali  shalat Jumat di Selandia Baru. Terakhir,  9 November 2018 lalu bersama Dubes RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya dan beberapa kawan wartawan di  City Mosque Brandon Street. Pengurus mesjid menyambut hangat dan ramah. Bahkan kami diberi souvenir jepitan dasi. Shalat Jumat di sini juga dua kloter.

Untuk diketahui tempat salat di Selandia Baru maupun di  Australia memang kebanyakan dilaksanakan bukan di bangunan mesjid, seperti yang kita kenal. Tetapi kebanyakan bangunan ruko dua tingkat yang disulap fungsinya menjadi mesjid, tempat ibadah.

Sebelum itu saya malah pernah shalat Idul Adha di Wellington pada 2 September 2017, bersama Dubes RI di NZ, Tantowi Yahya. Sehari sebelumnya saya terbang dari Melbourne ke Wellington, persis hari Idul Adha. Pesawat kami terbang jam 9 pagi. Shalat Jumat pukul 07.00. Namun, Ruby M Thaha kemenakan yang menetap di Melbourne mengingatkan untuk menghitung rigid waktunya. Di Melbourne,  salat tidak selalu pas waktunya dilaksanakan seperti yang diumumkan. Maklum Melbourne tidak libur di hari Idul Adha seperti di Indonesia atau di negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Belum lagi kemacetan lalu lintas pagi yang harus jadi perhitungan supaya tidak ditinggal pesawat.

Dengan perasaan sedih kami turut saran kemenakan. Memutuskan berangkat ke bandara. Secara obyektif kondisi Melbourne pagi itu memang persis seperti yang digambarkan Ruby. Belum lagi antrean yang terjadi waktu check in di counter maskapai penerbangan dan imigrasi.Saya sempat menyalahkan diri sendiri kenapa lalai waktu booking pesawat tidak memilih penerbangan siang supaya bisa salat Ied dulu baru berangkat.

Yang menjemput kami ketika di Wellington, Duta Besar RI Tantowi Yahya. Pertama ketemu langsung saya menyampaikan ucapan selamat Idul Adha. Saat itulah Pak Dubes memberitahu Idul Adha di Wellington dirayakan esok tanggal 2 September. Ini betul-betul rezeki anak saleh.

Pelaksanaan Shalat Idul Adha komunitas muslim di Wellington, berlangsung Sabtu (2/9) pagi pukul 08.30 di Asmabury Hall. Shalat diikuti sekitar 300 jamaah Muslim berbagai bangsa termasuk Dubes RI  dan Ibu  Dewi Handayari Yahya. Salat diorganisir oleh Al Amin, wadah komunitas Muslim di Wellington yang dipimpin oleh Agam Jaya. Agam Jaya keturunan Padang-Sunda sudah 16 tahun mukim di New Zealand. Di Indonesia dulu Agam seorang jurnalis. Pernah bekerja di Majalah Hai, dan  di program news RCTI hingga tahun 2001.

Penentuan Salad Ied Sabtu (2/9) diputuskan oleh  Fianz, federasi muslim New Zealand, semacam MUI.

Ramah tamah

Selesai shalat, para jamaah shalat Ied beramah tamah sambil menikmati hidangan yang diupayakan secara kolektif oleh seluruh jamaah.  Agam menginformasikan masyarakat Indonesia di Wellington sedang urunan mengumpulkan dana untuk membangun sebuah masjid. Selama ini mereka ibadah Jumat dan salat Ied dilaksanakan dengan menyewa tempat. Warga Indonesia antusias merespons gagasan tersebut. 

Penghujung acara disajikan atraksi anak-anak remaja dengan segala kreasi budaya, termasuk memperagakan acara Tawaf di Ka'bah.

Dubes Tantowi merasa bangga dengan kekompakan masyarakat Indonesia di Wellington, dan pada umumnya New Zealand. Menurut Tantowi, jumlah warga Indonesia di Selandia Baru  sebanyak 5500 jiwa. Seribu duaratus antarsnya mahasiswa. Dari jumlah itu 300 asal Papua.

Daerah gempa

Menurut Wikipedia, Christchurch (bahasa Māori: Ōtautahi) adalah sebuah kota di pesisir timur Pulau Selatan (South Island) di Selandia Baru. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Selatan sekaligus merupakan kawasan urban terbesar di Selandia Baru setelah Auckland. Secara administratif, Christchurch merupakan ibu kota dari Region Canterbury, satu dari beberapa region di negara ini.

Nama Christchurch sendiri berasal dari kolese katedral Christ Church di Universitas Oxford. Dalam bahasa Māori selaku penduduk asli Selandia Baru, Christchurch disebut juga sebagai Ōtautahi atau tempat Tautahi.

Hasil sensus tahun 2004, penduduk Christchurch berjumlah 363.700 orang. Namun dalam perkiraan pada tahun 2010, penduduk Christchurch bertambah hingga menjadi 376.700 orang.

Kota ini beberapa kali diguncang gempa bumi, yaitu pada tahun 2010, bulan Februari 2011, dan Juni 2011. Jumlah korban tewas dari 3 kali gempa bumi tersebut sebanyak 181 jiwa. Pada 23 Desember 2011, kota ini kembali diguncang dua gempa bumi lagi yang berkekuatan 5,8 Skala Richter (SR). Pusat gempa berada di kedalaman 8 kilometer.

Di Christchurch  umat Islam yang tengah melaksakan salat Jumat dibantai secara keji oleh teroris bersenjata.

Semoga seluruh 50 korban tewas mendapatkan tempat sebaik-baiknya di sisi Allah SWT. Sedangkan pelaku teror itu mendapatkan hukuman setimpal setara dengan kekejiannya.

Dan, semoga peristiwa Jumat kelabu  itu tidak meninggalkan trauma bagi umat Muslim di Selandia Baru dan Australia untuk menunaikan kewajibannya di mana pun.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement