Saat kita berada dalam suasana yang emosional dan cenderung membawa segalanya ke garis ekstrem, mungkin masanya untuk kita belajar kembali memahami segala sesuatu dengan “akal sehat” dan “mata imbang”. Memang, di saat fanatisme meninggi karena ragam faktor, termasuk faktor politik, akal cenderung dikecilkan bahkan dikucilkan. Akibatnya pengelihatan menjadi sempit, bahkan kabur melihat titik-titik cahaya (kebenaran).
Masih terngiang di benak saya sekitar sembilan tahun lalu (2010), ketika itu di Amerika isu syariah menjadi sebuah kata yang sangat menakutkan. Para petinggi politik, khususnya kalangan Republikan, menjadi pahlawan anti-syariah yang getol.
Salah satunya adalah Newt Gingrich, mantan speaker of the house (Kepala DPR Amerika). Lucunya justru speaker Gingrichlah yang pertama kali memberikan izin kepada pegawai Muslim di Kongress Amerika untuk melaksanakan Jumatan di gedung Capitoll Hill. Jumatan adalah bagian terpenting dari syariah.
Beban kepada warga Muslim Amerika cukup berat dengan politisasi syariah ini. Mungkin salah satu contoh terdekatnya adalah ketika komunitas Muslim berupaya mendirikan masjid dekat Ground Zero. Masjid ini mereka kampanyekan sebagai simbol kemenangan komunitas Muslim sekaligus markas penegasan syariah.