Rabu 24 Apr 2019 06:07 WIB

Fenomena Amil Milenial

Saat ini semakin banyak anak muda milenial menjadi amil zakat.

Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI
Foto: Dokumentasi Pribadi
Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI

"Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya, mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (QS al-Kahfi [18]: 13)

Sahabat amil yang dirahmati Allah...

Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan bertemu dengan sejumlah amil di lembaga-lembaga zakat di Indonesia. Selain bertemu muka, diskusi seru di forum-forum yang ada, juga terlibat obrolan santai di sela-sela acara atau bahkan sambil makan di meja-meja panjang dengan hiasan beragam menu makan dan minum. Anak-anak muda ini tersebar hampir merata di sejumlah lembaga-lembaga zakat yang ada di Indonesia.

Selain di suasana santai penuh keakraban saat situasi biasa. Ternyata ketika di lokasi-lokasi bencana pun, tak kalah seru. Sejumlah amil muda --istilah untuk amil zakat yang masuk usia milenial-- berjibaku dalam beragam tugas dan aktivitas. Mereka datang sebagai tim pendahulu untuk survei, paramedis, tim media, relawan umum, kadang juga sebagai tim evaluasi project dari lembaganya masing-masing atas progres lapangan yang sedang dikerjakan di lokasi.

Harus diakui, dengan besarnya potensi generasi milenial, belakangan ini banyak lembaga pengelola zakat mulai menaruh perhatian terhadap mereka. Siapa mereka dan mengapa banyak organisasi pengelola zakat peduli dengan keberadaannya?

Amil Muda, Amil Milenial

Generasi Milenials didefinisikan cukup beragam. Salah satu basis kesamaan definisi ini adalah soal usianya. Mereka yang disebut generasi milenial biasanya lahir antara tahun 1985–1994. Bahkan, beberapa definisi menyebut batasnya sampai 2004.

Angkatan ini sangat terkoneksi dengan internet dan media sosial. Mereka juga digambarkan sebagai sebuah generasi yang kurang suka dengan informasi yang bersifat satu arah dan percaya dengan iklan. Mereka lebih percaya pada pengalaman atau review dari teman-temannya. Namun sangat mengedepankan happiness dalam bekerja, gemar traveling lintas negara, dan gadget mindset.

Bila OPZ ingin menjadi bagian dari dinamika kaum milenial. Maka, OPZ harus mulai menyusun sejumlah langkah yang memadai dan sesuai dengan karakter dan situsasi mereka. Karena mereka ini umumnya rentan terhadap konflik, bahkan cenderung tak menyukai kompetisi. Dengan situasi ini mereka harus disiapkan kanal-kanal baru untuk menyalurkan kebebasan berkreasinya, saat yang sama mulai diberikan pula jalan menuju situasi yang penuh nuansa kolaborasi.

Saat ini, ketika semakin banyak anak-anak muda usia milenial menjadi amil zakat, tak sedikit pengambil kebijakan di lembaga-lemabaga yang ada mengalami shock akibat interaksinya dengan mereka. Dalam sejumlah perbincangan dengan "Generasi Kolonial" yang lahir sebelum angakatan milenial dan kini rata-rata memegang posisi penting di sejumlah OPZ yang ada.

Ada yang bercerita, anak-anak sekarang vulgar sekali katanya, baru saja mulai diterima bekerja beberapa hari di lembaga zakat langsung nanya pada pimpinannya: "Pak, dalam lima atau enam tahun lagi, apa posisi saya dan berapa gajinya nanti?”. Gubrak.

Amil model lama, tabu bicara gaji, apalagi sampai ke angka. Termasuk juga soal fasilitas kerja, banyak yang malu-malu meminta, walaupun pada kenyataannya memang hal itu dibutuhkan untuk menunjang suksesnya pekerjaan mereka. Relasi yang terbangun sebelumnya, dengan kehadiran amil milenial ini menjadi berubah.

Sejumlah OPZ yang masih mendefinisikan urusan Sumber Daya Manusianya (SDM-nya) dengan konsep Human Resource (HR) bakal kewalahan menghadapi generasi millennials ini. Paradigma pengelolaan mereka memang memaksa OPZ untuk menyesuaikan dengan situasi terkini.

Pendekatan SDM-nya idealnya mulai bergeser ke arah memperlakukan karyawannya sebagai Human Capital (HC). Di mana dalam konsep HC ini, OPZ akan menganggap generasi milenial sebagai aset dan penentu masa depan.

Kita semua tahu, amil muda kini semakin banyak jumlahnya. Hampir di semua lembaga. Mereka semangatnya tinggi, juga kemampuannya memecahkan masalah-masalah baru cukup kreatif. Dengan begitu, perlu disadari bersama bahwa amil muda ini adalah aset gerakan zakat yang tak ternilai harganya. Nantinya, kemajuan sebuah OPZ tergantung dari bagaimana amil mudanya bertindak.

Dalam Islam sendiri, pemuda memiliki peranan penting bagi kelangsungan generasi Islam yang baik. Mereka ketika belajar dengan benar dan sungguh-sungguh mempelajari dan mengetahui ilmu agama Islam dengan baik, maka ia bak pelita yang akan terus memandu umat dan menjaganya dari kegelapan cahaya dan kemusyrikan.

Para pemuda yang baik, memiliki kesempatan untuk belajar, menjaga idealisme dan menyiapkan energi kebaikan bagi masa depan peradaban. Keistimewaan para pemuda ini juga adalah Allah SWT memberikan kekuatan intelektual, ingatan dan analisa yang tajam.

Amil muda, adalah pemuda. Ia bukan hanya harus beriman dan berakhlak mulia, tetapi juga belajar memahami sejumlah cerita sirah nabi yang mengisahkan bagaimana sejumlah pemuda di zaman Nabi menjadi pioner dan penuh inisiatif.

Mereka berkarya, berargumen dan memiliki ide genuine yang menunjukan karakternya yang khas pemuda. Lihat saja pada kisah Salman Al Farisi di zaman Nabi. Kita semua tahu, Salman Al Farisi ini adalah seorang pencetus ide pembuatan parit yang mengelilingi Madinah. Parit ini digunakan untuk menghadang puluhan ribu musuh yang tak sebanding jumlahnya dengan kaum muslimin pada waktu itu.

Pemuda cerdas nan berani dalam Islam selain Salman adalah Khalid bin Walid. Khalid adalah seorang panglima yang sangat cerdas dalam mengatur strategi dalam peperangan, sehingga ia terkenal sebagai sosok pemuda yang tak pernah kalah dalam berperang walaupun umurnya masih sangat belia tetapi semangat kepemudaannya selalu ia kobarkan.

Selain kedua nama tadi, sejatinya masih banyak para tokoh muda yang menjadi penentu kemajuan islam dan senantiasa memiliki semangat juang tinggi untuk kebaikan umat dan peradaban yang mulia. Di antara nama-nama itu berderet nama Ali bin Abi Thalib, Muhammad Al- Fatih dan Usamah bin Zaid.

Ali bin Abi Talib adalah pemuda yang selalu menemani dan melindungi Rasulullah sedangkan Muhammad Al-Fatih adalah seorang panglima perang pasukan muslim untuk mengalahkan satu imperium yang telah berdiri kokoh selama 11 abad yaitu Byzantium. Selain itu, ada Usamah bin zaid yakni pemuda yang dipercayai oleh Rasulullah dalam usia 18 tahun. 

Bila kita teliti lebih lanjut, ketiga tokoh pemuda tadi, yakni Ali bin Abi Thalib, Muhammad Al- Fatih, dan Usamah bin Zaid, ternyata mereka memiliki tiga kesamaan. Pertama, mereka memiliki pemahaman yang baik tentang Islam dan menjadikan pemahaman tersebut sebagai pedoman dalam hidupnya. Kedua, mereka memiliki rasa cinta yang sangat kuat terhadap Islam dan mereka juga bersemangat untuk menyebarkan dakwah Islam. Ketiga, mereka adalah pemuda yang telah mengikuti peperangan dalam usia muda.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement