REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Taufan Rahmadi, Pegiat Pariwisata Indonesia
GMTI Mastercard dan Crecentrating memproyeksikan pada 2020 jumlah wisatawan muslim dunia mencapai 158 juta dengan total pembelanjaan sebesar US$220 miliar atau setara Rp 3,08 triliun. Pertumbuhan tersebut diharapkan terus meningkat menjadi US$300 miliar atau setara Rp 4,2 triliun pada 2026.
Wisata halal adalah extended service bagi segmen pasar wisatawan Muslim yang memang menghendaki layanan halal di saat berlibur di sebuah destinasi wisata. Ini seperti misalnya layanan makanan halal, mudah mencari tempat ibadah, penunjuk arah kiblat di kamar hotel, dan toilet basah untuk memudahkan di saat bersuci.
Tidak hanya negara–negara yang tergabung dalam OKI seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, Indonesia, dan Turki saja yang mengembangkan wisata halal.Negara–negara non-Muslim seperti Singapura, Thailand, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Inggris Raya juga sudah mengembangkan wisata halal.
Ini dilakukan sebagai bentuk layanan mereka kepada para wisatawan muslim yang datang ke destinasi wisata di negara mereka.
Beradaptasi dengan kebutuhan wisatawan Muslim
Mengingat segmen market wisata halal ini besar sekali, adalah penting bagi industri perhotelan untuk dapat bisa beradaptasi dengan standar layanan halal untuk memenuhi kebutuhan wisatawan Muslim.
Menurut CrescentRating, hotel dan restoran setidaknya harus menawarkan makanan halal. Sebuah destinasi akan dipandang semakin menarik bagi para pelancong Muslim - sebagaimana dinilai dalam peringkat GMTI – dengan berdasarkan pada ketersediaan fasilitas shalat, kamar mandi ramah Muslim dan penawaran terkait Ramadhan.
Sementara banyak bandara sekarang menawarkan makanan halal dan ruang shalat, meski di beberapa airport masih kekurangan fasilitas bersuci dan wudhu.
Pengembangan Wisata Halal dalam Platform Digital
Selain agen perjalanan online atau OTA seperti booking.com atau TripAdvisor, platform digital untuk Wisata Halal mulai bermunculan.