Rabu 12 Jun 2019 12:33 WIB

Bersatu Menjaga Ekonomi 2019

Sebuah perekonomian yang sehat sangat tergantung dan ditopang investasi yang baik

Edy Sutriono  ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov.Kepri, Kemenkeu RI
Foto: dok. Pribadi
Edy Sutriono ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov.Kepri, Kemenkeu RI

Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I tahun 2019 sebesar 5,07 persen, meningkat dibandingkan triwulan I 2018 yang sebesar 5,06 persen dengan tingkat inflasi terjaga selama satu triwulan pada tingkat 0,35 persen. Pertumbuhan tersebut tidak terlepas dari pengaruh pola musiman aktivitas ekonomi awal tahun dan dampak masa perbaikan ekonomi global.

Pengaruh ekonomi global yang belum menentu walau ditengah optimisme memaksa IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2019 sebesar 0,2 basis poin dari sebelumnya 3,5 menjadi 3,3 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju tahun ini sebesar 1,8 persen, sedangkan negara emerging market dan berkembang turun menjadi 4,4 persen. Sementara itu Indonesia menargetkan dalam APBN 2019 sebesar 5,3 persen atau di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi negara berkembang.

Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2019 ditopang konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup baik sebesar 5,01 persen. Inflasi yang terkendali, pendapatan masyarakat dan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi negara yang kondusif ikut mendukung pertumbuhan tersebut. Pesta demokrasi mampu mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat, organisasi sosial dan peserta pemilu dan belanja pemerintah pada triwulan I.

Untuk triwulan II ke depan, momentum THR dan Hari Raya Idul Fitri dengan tetap menjaga supply barang/jasa dan mengendalikan inflasi diharapkan berdampak positif bagi kegiatan ekonomi. Momentum tersebut harus dijaga oleh semua pihak dengan menciptakan stabilitas dan kondisi negara yang kondusif dan aman sehingga dapat memberikan multiplier effect baik produsen barang dan jasa maupun pedagang yang berhubungan langsung dengan konsumen.

Selanjutnya penulis mencermati tren pola konsumsi rumah tangga saat ini terjadi pergeseran menuju pola konsumsi yang bersifat “experience”, milenial dan kebutuhan menengah. Pola konsumsi dimaksud seperti barang/jasa digital, komunikasi dan pariwisata yang mobile. Pergeseran pola konsumsi ini harus didukung produksi barang/jasa dalam negeri yang baik, inovatif dan high-tech.

Namun demikian sebuah perekonomian yang sehat sangat tergantung dan ditopang oleh investasi dan ekspor yang baik dan sehat. Mengapa? Karena konsumsi bisa dikatakan relatif sangat stabil dan bersifat jangka pendek. Karena itu perekonomian Indonesia sudah tepat diarahkan agar investasi (capital inflow) dan ekspor dapat tumbuh signifikan. Kunci pertumbuhan ekonomi adalah investasi dan ekspor.

Berbicara investasi, pertumbuhan pada triwulan I-2019 sebesar 5,03 persen atau lebih rendah dibandingkan kuartal yang sama 2018. Hal ini disebabkan para investor menunggu proses dan hasil pemilu. Investasi pada triwulan II ini, sikap wait and see dari para investor diharapkan segera berakhir dengan adanya kepastian situasi pascapengumuman hasil pemilu dan perlunya stabilitas yang aman dan nyaman.

Investasi diharapkan kembali mengalir terutama untuk sektor manufaktur dan perdagangan yang memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan. Investasi pada triwulan kedepan dapat ditingkatkan dengan menjaga dan menciptakan iklim investasi yang kondusif didukung semakin membaiknya peringkat investment grade Indonesia.

Investasi dengan rating baik membuat masyarakat menjadi merasa lebih nyaman dan aman. Simplifikasi perizinan perlu terus diupayakan baik Pemerintah Pusat maupun Daerah didukung governance-nya. Keluhan yang biasa dirasakan masyarakat dan dunia usaha adalah sulit dan lamanya perizinan.

Selain itu membuat masyarakat tidak alergi dengan pajak dan simplifikasi seluruh proses dan prosedur. Lebih lanjut mengenai investasi diperlukan optimisme dan confidence baik pemerintah dan dunia usaha serta semua kalangan akan lebih baiknya perekonomian 2019.

Pemerintah juga berharap dunia usaha dapat melakukan investasi atau ekspansi usaha di Indonesia dan yang paling penting diutamakan investasi bersifat langsung (foreign direct investment/FDI) infrastruktur fisik dan sumber daya manusia. Mengapa? Karena fisik investasi tersebut berada di Indonesia yang selanjutnya dapat dimanfaatkan pemerintah.

Investasi ke depan bahkan diharapkan dapat memobilisasi retained earning investor. Prediksi bahwa The Fed tidak akan menaikkan suku bunga AS dalam waktu dekat menjadi kesempatan untuk menarik investor emerging market seperti elektronik dari Vietnam dan otomotif Thailand ke Indonesia. Apabila ini dapat dilakukan maka akan dapat memperbaiki neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan. Penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia juga dapat dilakukan dengan membaiknya posisi current account dan nilai tukar rupiah.

Sementara itu pertumbuhan net ekspor masih minus cukup mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2019. Penurunan ekspor baik pada ekspor barang non migas, barang migas maupun jasa. Penurunan ekspor barang non migas bersumber dari ekspor komoditas pertanian dan pertambangan yang mengalami penurunan sejalan dengan permintaan global dan harga komoditas yang melemah.

Dari ekspor migas, penurunan disebabkan oleh ekspor minyak mentah sejalan dengan kebijakan substitusi impor, serta penurunan ekspor produk hasil minyak, dan gas. Penurunan ekspor juga tidak terlepas dari kinerja ekspor jasa berupa penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Dengan kondisi pasar dunia yang cenderung menurun menyebabkan tidak cukup banyak destinasi ekspor.

Karena itu menjaga ekspor dapat dilakukan dengan kapitalisasi ekspor Indonesia. Produk tidak dapat lagi mengandalkan upah buruh murah dan bertumpu hanya kepada melimpahnya sumber daya alam. Ekspor harus didukung dengan produk baru khususnya manufaktur dan memiliki nilai tambah baik kepada pasar lama yang telah ada maupun pasar baru.

Sayangnya produk-produk baru membutuhkan inovasi yang sangat tergantung kepada kapasitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia membutuhkan waktu dan jangka Panjang. Karena itu yang sangat mendesak adalah meng-link-kan kualitas Pendidikan dengan pasar tenaga kerja yang berorientasi ekspor. Capital inflow yang kemudian dapat melakukan ekspor merupakan kondisi ideal yang diharapkan. Selain terus mencari pasar ekspor baru bagi produk-produk Indonesia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement