Menurut sejarah, walau sebagian masih ada yang menafikan kenyataan ini, istilah Wahabi dibuat fobia oleh sebagian kita. Lalu, nisbah sebenarnya siapa Wahabi yang mestinya patut dijadikan fobia itu?
Kelompok (firqah) yang menyimpang sebagaimana diklaim Mohammad Khoiron (Wahabi dan NU Sama?), mestinya lebih tepat kepada sekte Wahhabiyah yang sudah ada sejak abad ke-2 H di Afrika Utara, dipelopori Abdul Wahhab bin Rustum. Nama Wahhabiyah adalah nisbah kepadanya —pecahan dari sekte Wahbiyah Ibadhiyah yang berpemahaman Khawarij— nisbah kepada pendiri awalnya, yaitu Abdullah bin Wahb ar-Rasibi (Lihat Al Farqu Bainal Firaq Al Baghdadi, hlm 80-81, lihat juga Al Khawarij, Tarikhuhum Wa Araauhum Al I’tiqadiyah Wa Mauqif Al Islam Minha, Dr Ghalib bin ‘Ali ‘Awaji, hlm 95).
Khawarij secara harfiah berarti "Mereka yang keluar". Istilah umum ini mencakup kelompok dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib lalu menolaknya. Dinamakan Khawarij karena keluarnya mereka dari Dinul Islam dan pemimpin kaum Muslim. Mereka memang mudah mengafirkan kaum Muslim yang tak sependapat dengan mereka.
Sementara itu, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dilahirkan pada 1115 H/1703 M di Jazirah Arab. Bila ditilik dari lahirnya saja sudah berbeda 10 abad. Namun, istilah Wahabi yang marak justru berkembang pada zaman Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab. Mestinya, dapat saja disebut sebagai Muhammadiyah. Lalu, mengapa istilah itu tidak dipakai?
Bukankah nama aslinya adalah Muhammad dan Abdul Wahhab itu nama ayahnya? Kerancuan ini seolah agar dianggap sama saja Wahabi yang kedua dengan Wahabi yang pertama. Hal ini terkesan menjadi sentimen tersendiri jika tidak disebut antipati mendalam yang kurang bijak dalam menilai siapa Muhammad bin Abdul Wahhab sebenarnya.
Di sinilah perspektif lain tentang Wahabi berkembang. Sepengetahuan penulis, Wahabi ke-2 yang difobiakan ini mengikuti Alquran dan Sunah dengan manhaj (cara beragama) salafuna shalih berpemahaman para sahabat. Yang dimaksud adalah tiga generasi Islam permulaan (generasi Rasulullah SAW dengan para sahabat, tabiin, dan tabi’ut tabi’in) itulah yang kerap disebut as-Salafus Shalih. (HR-Bukhari, No 3650).
Para ulama tafsir menyimpulkan, mereka adalah orang-orang yang paling baik, paling selamat, dan paling mengetahui dalam memahami Islam. Mereka juga para pendahulu yang memiliki kesalehan tertinggi (as-salafu ash-shalih). Inilah yang dinamakan dakwah salafiyah.
Selain itu, dakwah ini adalah pelopor gerakan islah (reformasi) yang muncul menjelang masa kemunduran Islam. Dakwah salafiyah ini juga menyerukan agar akidah Islam dikembalikan pada asalnya yang murni dan menekankan pada pemurnian arti tauhid dari syirik, khurafat, dan bid’ah dengan segala manifestasinya. Maka, di antara prinsip dakwah salafiyah yang dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab (1703 –1791 M).
Di antara yang disarikan dari buku Al Mausu’atul Muyassaroh Fil Adyaan Wal Madzahibil Muaashiroh, WAMY, hlm 227–232: senantiasa merujuk kepada Alquran dan Sunah yang sahih dalam masalah akidah; berpegang teguh pada manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah sesuai pemahaman para sahabat; menyerukan pada pemurnian tauhid; menetapkan tauhid asma dan sifat-sifat Allah tanpa tamsil (perumpamaan), takyif (pencocokan), dan takwil (interpretasi); menjauhi segala bentuk bid’ah dan khurafat.