Kamis 18 Jul 2019 14:51 WIB

Amil dan Budaya Literasi

Literasi rendah bisa berkontribusi pada rendahnya produktivitas bangsa

Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI
Foto: Dokumentasi Pribadi
Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI

"Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya" (QS. Al A'laq (96) ayat 1-5).

Membaca dan menulis adalah keterampilan dasar bagi mereka yang ingin mengembangkan diri lebih baik. Kemampuan membaca dan menulis ini disebut pula dengan keberaksaraan atau literasi. Kemampuan literasi merupakan bagian tak terpisahkan dari perkembangan kebudayaan manusia.  Makna budaya literasi merujuk pada kebiasaan berpikir yang diikuti proses membaca dan menulis.

Dalam perkembangan budaya literasi di Indonesia, sejumlah lembaga survei menyatakan fakta tentang rendahnya budaya literasi di Indonesia. Programme for International Student Assessment (PISA) menyebutkan, pada 2012 budaya literasi di Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negera yang disurvei.

Pada penelitian yang sama, ditunjukkan Indonesia menempati urutan ke-57 dari 65 negara dalam kategori minat baca. Data UNESCO menyebutkan posisi membaca Indonesia 0.001 persen—artinya dari 1.000 orang, hanya ada satu orang yang memiliki minat baca. Bertahun kemudian, kondisi literasi kita tak membaik signifikan. Faktanya berdasarkan laporan berjudul "Skills Matter" yang dirilis OECD pada tahun 2016, berdasarkan tes PIAAC, tingkat literasi orang dewasa Indonesia masih berada pada posisi terendah dari 40 negara yang mengikuti program ini.

Betapa memprihatinkan hasil survei tersebut, padahal perkembangan ilmu dan budaya dimulai dari keduanya. Salah satu penyebab rendahnya literasi di Indonesia antara lain dikarenakan oleh masyarakat yang kurang sadar akan manfaat literasi. Bahkan sejumlah orang masih belum mengerti makna literasi.

Di negeri ini, banyak orang lebih terbiasa mendengar dan berbicara daripada berliterasi. Lihat saja di sekeliling kita, demikian banyak orang berbicara satu sama lain, menonton televisi atau hiburan lainnya, tetapi sangat sedikit yang terbiasa menyisihkan waktunya untuk membaca dan menulis. Minat baca di negeri ini masih sangat rendah, terbukti dari Indeks minat baca yang dikeluarkan UNESCO tadi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement