Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan traveller
Kemarin sempat viral tulisan tentang Faradj Bin Said Martaq, saudagar kaya kelahiran Yaman yang menghibahkan rumahnya di Jl Pegangsaan Timur 56, Jakarta, yang digunakan sebagai tempat pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan. Bukan hanya rumah yang dihibahkan, namun ia juga menyumbangkan banyak hartanya untuk mengongkosi kemerdekaan.
Semua pasti sadar kemerdekaan yang diperjuangan dengan darah dan air mata ini sudah pasti membutuhkan ongkos yang tidak terhitung jumlahnya. Tentulah bukan satu dua orang yang menanggungnya. Namun, kita tak bisa menutup fakta. Umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia adalah pemberi kontribusi terbesar.
Keterangan Foto: Bung Karno bersama Sultan Hamid Algadri yang berjasa membuat lambang negara Garuda Pancasila. Jasanya terlupakan karena terjadi perbedaan pendapat setelah penyerahan kedaulatan di tahun 1950 antara pilihan negara federal dan kesatuan.
Dan memang banyak nama-nama yang tak “populer”. Tidak banyak yang tahu siapa mereka, sekalipun sumbangsihnya tak terkira. Siapa saja misalnya?
Tersebutlah Sultan Syarif Kasim II yang menyumbangkan 13 juta gulden untuk mengongkosi negeri ini di awal kemerdekaan.
Lalu, ada nama Hj Noerijah. Saudagar berlian yang kaya raya dari Tegalgendu, Kotagede. Saat pemerintahan RI di pindah ke Yogyakarta di awal kemerdekaan, Sri Sultan HB IX bersedia memberikan perlindungan dan dukungan dana dengan melibatkan harta keluarga Hj Noerijah ini.
Yang termasyur adalah cerita Hajjah Rangkayo Rasuna Said, yang merelakan emas dan hartanya untuk perjuangan. Begitupun pengorbanan rakyat Aceh dan banyak lagi.
Di tengah stigmatisasi terhadap umat Islam, juga banyak nama berbau Arab yang “terlupakan”. Tersebutlah Asad Shahab, yang menyebarkan berita proklamasi kemerdekaan hingga mendapat pengakuan kedaulatan dari negara-negera Timur Tengah.
Keterangan Foto: Kampung Arab di Batavia.
Tak banyak yang tahu kalau yang mendesain simbol negara Garuda Pancasila adalah seorang Muslim keturunan Arab Sultan Hamid Al Qodrie. Lalu, ada Husein Muhtar. Berkat jasanya, bendera pusaka bisa terselamatkan dari agresi militer Belanda pada 19 Desember 1948.
Tentu, masih ada berjuta nama lain yang tak pernah “tersebut” dalam buku-buku sejarah, namun tercatat indah di Yaumil Hisab kelak.
Ah, selamat merayakan Hari Kemerdekaan. Ikut lomba apa hari ini?
Jakarta, 17/8/2019