REPUBLIKA.CO.ID, Anggaran pendidikan 20 persen dari APBN yang katanya sesuai amanat konstitusi sudah terlaksana sejak pemerintahan Presiden SBY. Pada tahun anggaran 2009 pemerintah mengalokasikan Rp 224 triliun. Kini pada RAPBN 2020 nilainya Rp 505,8 triliun atau naik 127 persen.
Namun ada dua hal yang kita anggap kurang pas dalam memenuhi angka 20 persen anggaran pendidikan. (1) angka-angka anggaran pendidikan dalam APBN belum sesuai dengan amanat UU Sisdiknas yang menyebut bahwa dana pendidikan 20 persen APBN adalah di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Sampai saat ini dana pendidikan yang dimaksud pemerintah masih memasukkan gaji serta pendidikan kedinasan.
(2) Efektivitas pengalokasian dan pemanfaatan anggaran dipertanyakan mengingat Kemdikbud selama ini hanya mengelola 10 persen dari anggaran pendidikan (2 persen dr APBN) dan sisanya tersebar di kementerian lain serta transfer ke daerah. Sebagai contoh, pada APBN 2018, alokasi anggaran fungsi pendidikan mencapai Rp 440,9 triliun. Dari jumlah tersebut, Kemdikbud yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dasar dan menengah hanya mengelola Rp 40 triliun (9,1 persen), lebih kecil dibanding Kementerian Agama (Rp 52,7 triliun) dan Kemristekdikti (Rp 40,4 triliun).
Apakah kenaikan anggaran pendidikan tersebut bakal mampu mewujudkan target pemerintah yakni menciptakan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan industri, mencetak calon-calon pemikir, penemu, dan entrepreneur hebat di masa depan? Atau sebaliknya kinerja bidang pendidikan berjalan seperti biasa alias tidak ada perubahan signifikan?
Sesungguhnya tidak ada gunanya kenaikan dalam angka-angka jika tak digunakan efektif untuk pendidikan. Pemerintah selama ini terlalu hanyak bermain-main dengan angka-angka tak sepenuhnya serius mengurusi pendidikan.
Kalau boleh disebut, pemerintah hanya mengelabui masyarakat dan tentu saja mengelabui diri sendiri. Apa gunanya anggaran pendidikan besar jika masih guru masih digaji Rp 50 ribu per bulan?
Apa gunanya anggaran pendidikan besar jika guru-guru didominasi guru honorer yang pendapatannya di bawah Upah Minimum Regional (UMR)? Apa gunanya anggaran pendidikan besar jika fasilitas pendidikan seadanya?
Apa gunanya anggaran pendidikan besar jika gedung-gedung sekolah tak maksimal dibenahi? Apa gunanya anggaran pendidikan besar jika bahan ajar dan alat peraga pendidikan saja tak bisa dibenahi?
Jadi sebaiknya pemerintah berhenti berpura-pura berpihak pada pendidikan tapi dananya disebar ke mana-mana. Masalah utama pendidikan kita ada di pendidikan dasar tapi di sanalah kerusakan paling parah, di sanalah guru honorer paling banyak, di sanalah alat peraga pendidikan dan fasilitas pendidikan seadanya.
SMA, SMK, MA dan Pendidikan Tinggi akan lebih mudah dibenahi jika pendidikan dasar kita baik. Menurut IGI hal paling utama dan paling serius dibenahi adalah pendidikan dasar yaitu SD dan SMP, guru-gurunya harus guru-guru terbaik dengan pendapatan yang cukup, fasilitasnya harus fasilitas terbaik dan kurikulumnya harus diubah lebih fokus pada pengusaan ilmu-ilmu kebutuhan dasar seperti matematika, bahasa inggris, bahasa indonesia, bahasa arab dan pendidikan karakter. Anggaran-anggaran pendidikan harusnya fokus ke pendidikan cukuplah disalurkan ke Kemendikbud, Kemenristek Dikti dan Kemenag saja dari angka 20 persen tersebut.
-- Makassar, 18 Agustus 2019
TENTANG PENULIS: Muhammad Ramli Rahim, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia