Oleh: DR Maiyasak Johan, Pengacara Senior dan Mantan Wakil Ketua Komisi Hukum DPR
Islam itu, untuk seluruh umat manusia, bukan hanya utk umat islam - tak perduli apa suku atau bangsanya. Islam. Masalah muncul, terutama pd akhir-akhir ini, karena substansinya ada yang bukan saja berbeda bahkan bertolak belakang dengan kepercayaan agama lain.
Salah satu adalah persoalan patung atau berhala dalam kaitannya dengan masalah Tauhid atau ke-Esaan Allah yang di dalam Islam sangat jelas. Dalam perspektif sejarah Islam, ada tiga peristiwa besar yang berkaitan dengan patung atau berhala.
Pertama kisah Nabi Ibrahim dengan dialognya yang sangat rasional (dalam pandangan saya melampaui dialog dalam 'apologia socrates') sehingga tak mampu dijawab oleh Sang Penguasa - kecuali memerintahkan untuk membakar Nabi Ibrahim alaihi salam.
Dan semua kita tahu bagaimana ceritanya, Nabi Allah Ibrahim Alaihi Salam selamat, karena bukan saja api itu tidak dirasakan panas, bahkan tidak bisa membakarnya, sehingga akhirnya selamatlah beliau.
Yang Kedua dalam peristiwa fatkhu Makkah, dimana kemudian Rasulullah memerintahkan menyingkirkan semua patung atau berhala itu dari sekitar Ka'bah dan menghancurkannya. Yang ketiga sebagaimana diriwayatkan Rasulullah SAW berkaitan dengan rahmat, doa dan harapan, dimana umat islam di-ingatkan/diajarkan sesuai dengan ajaran tauhid utk menjauhkan diri dari patung, tidak menjadikannnya hiasan di rumah apalagi dijadikan benda keramat dan lain sebagainya.
Banyak hal yang menjadi penyebabnya, selain kemungkinan bisa terjebak syirik, juga menghalangi malaikat mendatangi rumah tersebut serta menghalangi doa itu diangkat kehadirat Allah SWT sehingga penghuninya jauh dari Rahmat Allah SWT.
Dari tiga peristiwa tersebut, bisa kita lihat: Pertama: bahwa apa yang dilakukan oleh UAS bukanlah sebuah pelanggaran hukum dilihat dari sejarah dan preseden dakwah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim A.S. dan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Rasul Allah SWT. Dalam peristiwa Rasul Allah Ibrahim alaihi salam, Raja Namrudz jelas bukanlah seorang muslim, begitu juga dalam peristiwa Fathul Makah, suku Quraisy di Makkah waktu itu juga belum beragama islam. Hal ini menunjukkan tentang ajaran Tauhid ini adalah utk semua manusia.
Kedua: bahwa Islam diturunkan untuk semua manusia, sehingga semua manusia adalah objek dari dakwahnya, termasuk semua manusia indonesia, jadi bukan umat Islam saja. Ketiga: apa yang dilakukan oleh UAS sebagaimana dikatakannya adalah: merupakan bagian dari dakwahnya yang dilakukan ditempat khusus umat islam, bukan ditempat terbuka (tidak dimaksudkan utk orang atau kaum lain), hanya dihadiri oleh jamaahnya, dalam rangka menjawab pertanyaan seorang jemaah guna meneguhkan Tauhid para jemaahnya.
Jawaban UAS ini lebih dari cukup utk menjelaskan tidak ada pelanggaran hukum disana - apalagi bila dilihat dari konsep islam itu untuk seluruh manusia, tanpa memandang suku dan bangsa. "DENGAN KATA LAIN, BAHWA UAS DALAM BERDAKWAH TELAH MEMENUHI KETENTUAN KHUSUS YANG BERLAKU DI INDONESIA YAKNI MEMBATASI DIRI HANYA KEPADA UMAT/JAMAAHNYA SAJA, TIDAK DAN BUKAN DIMAKSUD UNTUK ORANG ATAU UMAT AGAMA LAIN DI-INDONESIA.
Walau saya yakin UAS sebagai ulama mengetahui bahwa bahwa Islam itu adalah rahmat untuk semua manusia, logikanya itu berati perintah berdakwah itu ditujukan kepada semua manusia Indonesia dan semua manusia dimuka bumi ini. Namun ia paham dan maklum adanya kondisi khusus yang harus dijaganya dalam berdakwah memelihara iman umatnya di Indonesia. Dan ia melakukan itu membatasi dakwahnya hanya pada umatnya.
Tentang teknis dan caranya - mungkin kita cukupkan dengan hadist Rasulullah: Innama Buistu li utamima makarimal Akhlak - dimana kita melihat in syaa Allah UAS selalu memelihara akhlaknya. Dari uraian di atas, jelas dakwa Islam yang dilakukan UAS bukan sebuah dillema, karena itu jangan jadikan ia sebua dillema. Allahu'alam bissawab.
Jakarta, Sabtu 24 Agustus 2019