REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Hasanuddin Ali, Ketua Litbang PP GP Ansor
September 2017 saat transit di bandara Changi menuju Jakarta sepulang dari Beijing, saya kebetulan mengenakan jaket Banser. Di ruang tunggu saya sengaja duduk di pojokan yang sepi. Beberapa saat kemudian di seberang tempat duduk saya ada seorang yang agak sepuh mengamati saya terus. Saya sebenarnya rada cuek, tapi bapak tadi terus mengamati saya.
Akhirnya menjelang boarding bapak tersebut mendekat ke saya. Bapak tersebut membuka obrolan. “Mas dari Banser ranting mana?” tanya si bapak. Belum sempat saya jawab, bapak itu tanya lagi, “Banser lagi ada acara apa di Singapura?” Saya jawab bahwa saya hanya transit di Singapura.
Kemudian kami berbincang soal situasi Indonesia yang menurut dia sudah tidak seperti dulu. Sekarang ini rasa saling curiga antarelemen bangsa terjadi di mana-mana. Di akhir pembicaraan sebelum naik pesawat, bapak tadi mengucapkan terima kasih kepada Banser dan NU yang selalu berjuang untuk berada di depan dalam menjaga Pancasila dan NKRI.
Sekelumit cerita di atas setidaknya menggambarkan bagaimana posisi dan peranan Banser dan Ansor dalam ke-Indonesia-an kita hari ini. Ansor, sebagaimana NU, selalu tegak lurus menempatkan Indonesia sebagai pilar utama perjuangannya sepanjang waktu.
Jejak-jejak sejarah Ansor dalam menjaga Indonesia tidak akan mudah dikikis sekelompok orang yang membajak Islam untuk kepentingan politik mereka sendiri. Sekelompok orang yang menunggangi Islam untuk mengubah pilar-pilar utama kebangsaan dan kenegaraan kita.
Sejarah panjang Ansor dalam mengawal republik Indonesia justru dimulai sejak sebelum republik ini lahir. Ansor berdiri pada 1934. Bersama elemen pemuda yang lain Ansor sejak awal terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Kiprah kader-kader muda Ansor tersebut kemudian berlanjut saat orde lama, orde baru, dan hingga kini.
Sebagai badan otonom NU yang berbasis anak muda, peran Ansor ke depan semakin penting terutama dalam menyongsong abad kedua NU. Tujuh tahun lagi NU akan memasuki 100 tahun. Kesuksesan alih generasi dalam tubuh NU akan sangat ditentukan oleh peran kader-kader Ansor.
Kenapa demikian? NU di abad kedua nanti menghadapi 4 tantangan sekaligus, yaitu perubahan demografi, penetrasi paham Islam transnasional yang semakin kuat, perubahan ekonomi yang semakin cepat, dan ketergantungan terhadap teknologi yang semakin kuat dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat tantangan tersebut akan bisa diatasi bila generasi muda NU, termasuk Ansor, mampu beradaptasi dengan perubahan zaman, melakukan percepatan akselerasi gerakan dengan bertumpu kepada tradisi, soliditas organisasi, dan kualitas kompetensi kader.
Selain itu dengan jumlah jamaah yang puluhan juta, NU membutuhkan organisai/jam'iah yang profesional, kuat, dan memiliki manajerial yang baik untuk bisa mengelola setiap potensi umat nahdliyin. Tanpa merendahkan banom lain, di antara semua badan otonom NU, GP Ansor-lah yang paling siap dan bisa diandalkan oleh NU di masa mendatang.
Kekuatan utama Ansor hari ini adalah soliditas organisasi. Gus Yaqut, Ketua Umum GP Ansor, berhasil menggerakkan dan mendinamisasi organsisasi Ansor dalam satu komando dari pusat hingga cabang di daerah-daerah. Kedua, kaderisasi. Kaderisasi Ansor masif dilakukan berjenjang mulai dari daerah hingga pusat. Tak heran kemudian kader Ansor menjadi sangat ideologis, militan, dan menjadi garda terdepan dalam menjaga NU dan NKRI.
Dalam rangka menyiapkan kader-kader tangguh, secara rutin GP Ansor menyelengarakan Pelatihan Kepempinan Nasional (PKN). PKN merupakan pendidikan kader tertinggi dan pesertanya telah diseleksi ketat baik dari sisi jenjang pengkaderan maupun ketaatan ideologinya.
Tahun ini PKN VII sangat istimewa karena diselenggarakan di Pondok Pesantren An-Nawawi, Serang, Banten, yang diasuh KH Ma'ruf Amin, Mutasyar PBNU, sekaligus Wakil Presiden terpilih 2019-2024.
Tema besar PKN VII kali ini adalah “Meneguhkan Khidmat GP Ansor Mewujudkan Tata Dunia yang Adil dan Harmonis”. Tema ini tentu saja semakin memperkuat ikhtiar Ansor dalam menumbuhkan kehidupan yang penuh harmoni, toleran, dan saling menghargai antasesama di tengah masyarakat Indonesia yang beragam.
Akhirnya, masa depan NU salah satunya tergantung kepada bagaimana kader-kader Ansor mampu melanjutkan tongkat estafet pendahulu, kiai-kiai NU, yang telah meletakkan fondasi ke-NU-an menjaga dan merawat Pancasila dan NKRI.