Kamis 12 Sep 2019 10:05 WIB

Dompet Dhuafa, Republika: Habibie yang tak Peduli IQ Pribadi

Jasa Habibie begitu besar bagi banyak orang, terutama bagi Republika dan Dompet Duafa

Sejumlah murid berdoa bersama untuk almarhum Presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie di SMK 17, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (12/9/2019).
Foto: Antara/Anis Efizudin
Sejumlah murid berdoa bersama untuk almarhum Presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie di SMK 17, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (12/9/2019).

Oleh: Parni Hadi, Jurnalis Senior Mantan Pimred Republika

Banyak orang yang langsung percaya ketika disebutkan bahwa BJ Habibie, tokoh pendiri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), memiliki kecerdasan intelektual (IQ) tertinggi di dunia. Namun, wartawan senior Parni Hadi menceritakan bahwa Presiden RI ketiga itu tidak pernah peduli dengan tingkat IQ-nya sendiri.

"Saya pikir, beliau itu super cerdas atau genius, tapi ketika diberitakan ia memiliki IQ tertinggi di dunia, Mas Rudy tampak tidak peduli. 'Orang bilang apa saja terserah, yang jelas saya tidak pernah diukur IQ saya untuk itu'," kata Parni Hadi di Jakarta, Rabu, ketika dimintai kenangannya bersama BJ Habibie.

Parni Hadi merupakan satu dari segelintir wartawan yang dekat dengan Habibie, tokoh terbaik Indonesia yang wafat Rabu sore ini. Parni terbiasa menyebut Habibie dengan Mas Rudy.

"Banyak sekali kenangan pribadi saya dengan almarhum Mas Rudy sejak kenal pada 1977 sebagai wartawan Antara. Beliau yang menugasi saya memimpin Republika 1993, memimpin LKBN Antara 1998," kata wartawan yang bergabung di Kantor Berita ANTARA sejak 1973 itu.

Gambar mungkin berisi: 1 orang, tersenyum, topi, teks dan dekat

Bagi Parni Hadi, Habibie adalah Bapak Kebebasan Pers Indonesia, Bapak Reformasi dan Bapak Demokrasi, di samping Bapak Teknologi Indonesia. "Pers, reformasi, dan demokrasi adalah satu kesatuan," kata tokoh pers itu.

Habibie dikenang sebagai sangat peduli dan berdedikasi tinggi untuk siapkan SDM yang menguasai teknologi canggih. Tapi, kata Parni, Habibie lebih memilih orang yang berkarakter baik daripada orang pintar saja.

Sebagai insinyur kelas wahid dengan sejumlah hak paten produk hi-tech, Habibie di mata Parni merupakan orang yang sangat rasional, tidak berbelit-belit, to the point, dan demokratis.

"Karena super cerdas, beliau juga ingin semuanya super cepat dan temperamennya tinggi, tapi hatinya gampang tersentuh dengan soal kemanusiaan dan karya seni yang bermutu tinggi dan multidimensional," ujarnya.

Ia pun menimpali, "Kalau tidak setuju, beliau langsung bilang. Kesannya keras, galak, tapi gampang memaafkan alias mudah lupa kalau sebelumnya ia mengesankan marah."

Kelahiran Dompet Dhuafa (DD), kata dia, tak bisa dipisahkan dengan hubungan dekat dirinya dengan Habibie.

"Ia menunjuk saya sebagai Pemred Republika. Sekitar enam bulan setelah Republika terbit, muncul gagasan di otak saya untuk dirikan DD," katanya.

Republika lahir karena Soeharto memberi izin kepada Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dipimpin Habibie untuk mendirikan koran. "Habibie tunjuk saya untuk pimpin Republika dan dari rahim koran ini DD muncul, menasional, dan mengglobal untuk berbagi cinta kepada sesama," katanya.

Jadi, menurut dia, DD berutang budi kepada banyak orang, terutama para donator sejak sebelum kelahirannya 2 juli 1993. DD pada 2018 juga menerima anugerah Ramon Magsasay di Manila, Filipina, karena dinilai berjasa untuk aksi kemanusiaan global.

"Selamat jalan Mas Rudy, 'you are my mentor, senior brother and fasilitator, auf wiedersehen. Dein Parni'," demikian Parni Hadi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement