Jumat 04 Oct 2019 05:23 WIB

Mencintai Sesama Manusia Via Zakat adalah Mandat Kemanusiaan

Makin hari harus diakui makin populer di mata gerakan zakat.

Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI
Foto: Dokumentasi Pribadi
Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI

"Apabila dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun” - Soekarno, Presiden RI Pertama

Hari Kamis, 19 September 2019, adalah moment hari lahir Forum Zakat (FOZ) yang ke-22. Ibarat kehidupan manusia, maka usia 22 tahun FOZ adalah usia yang beranjak dewasa dan mulai menuju kemapanan. FOZ juga mulai membuktikan kemampuannya memimpin kerja sama dan kolaborasi dalam memberikan solusi persoalan umat dan bangsa.

Di usia ini, FOZ tidak berarti semakin mudah langkahnya. Justru ibarat pepatah, kondisi FOZ laksana mendayung di antara gelombang dan deretan karang. Gelombang perubahan kehidupan yang luar biasa, kini memaksa siapa pun untuk masuk ke dalam putaran kehidupan baru yang bernama kehidupan digital.

Semua arahnya menuju ke sana. Dan sebelum benar-benar itu terjadi, gelombang disrupsinya terlebih dahulu sampai dan memporakporandakan bangunan-bangunan dan asumsi lama yang selama ini diyakini. Bukan semata di urusan bisnis, namun juga sudah merambah ke sektor kehidupan praktis yang lain.

Gelombang di kanan kiri serta di buritan dan haluan perahu FOZ tak pernah melandai. Badai pergantian regulasi tak henti juga menguras energi dan perhatian seisi perahu FOZ. Di tengah embusan angin tadi, kadang para penghuninya pun ada yang tak sabar untuk berjuang sendiri, dan mencoba peruntungan dengan merencanakan sekoci baru yang dianggap lebih ramping dan diharapkan lebih cepat melaju.

FOZ makin hari harus diakui makin populer di mata gerakan zakat, terlepas dari masih adanya sejumlah kekurangan dalam mengelola organisasinya, sejatinya FOZ satu-satunya harapan untuk menjadi komunitas paling signifikan, setidaknya untuk berdiri bersama sebagai sesama pengelola zakat, tanpa kasta, tanpa strata dan tanpa pembeda label legal atau ilegal menurut regulasi yang ada.

FOZ benar-benar menjadi rumah besar gerakan zakat Indonesia. Dan jargon ini tak bertepuk sebelah tangan, kesadaran untuk hadir dan menjadi bagian agenda-agenda FOZ, baik di masa tenang maupun ketika bencana benar-benar terbukti di lapangan.

Bukti lain adalah di manapun posko anggota FOZ ketika bencana, sangat terbuka untuk disinggahi dan bahkan bisa untuk kolaborasi aksi bersama. Belum lagi pengakuan-pengakuan spontan para relawan, katanya, "Apa pun lembaganya, asal dia anggota FOZ poskonya serasa posko milik bersama".

Milad Reuni, Menyatukan Hati

Milad FOZ yang ke-22 kali ini luar biasa. Acara yang dikemas sederhana dalam bingkai reuni dan silaturrahmi antar generasi aktifis zakat Indonesia ini mengharu biru. Dengan suasana kantor FOZ yang homy dan penuh nuansa kekeluargaan siapa pun yang hadir akan tergetar hatinya.

Kemarin sore, saya yang didapuk panitia memberikan sambutan awal pembukaan hampir tak bisa mengeluarkan kata-kata, entah mengapa kerongkongan terasa tercekat. Ada keharusan dan sekaligus kebanggaan melihat orang-orang hebat di zamannya bisa berkumpul di tengah tamu undangan yang beragam dan datang tak hanya dari Jakarta.

Milad FOZ yang penuh warna ini benar-benar menyatukan bukan hanya fisik dalam kehadiran di ruang tengah kantor FOZ yang tak seberapa. Pertemuan ini lebih dari sekedar pertemuan biasa, milad ini juga berhasil menyatukan hati dan perasaan bahwa para amil yang berasal dari beragam usia dan latar belakang ternyata punya cita-cita dan harapan yang sama. Ada gelombang keyakinan yang terbingkai panjangnya waktu dari generasi ke generasi yang menegaskan hal yang sama, mencintai sesama manusia melalui bakti dan amal nyata lewat gerakan zakat adalah sebuah mandat kemanusiaan dan keluhuran budi sebagai manusia sejati.

Menghabiskan waktu dan usia untuk fokus membantu para dhuafa, terbukti mengantarkan orang-orang biasa yang hadir tadi menjadi hebat dan berguna dihadapan sesama. Orang-orang hebat itu bekerja bukan hanya untuk diri dan lembaganya.

Mereka melintasi itu semua, dengan tak meninggalkan kewajibannya untuk mengurus dan merawat lembaganya, mereka merintis dan mengembangkan jejaring dan bergerak menyatukan langkah sesama aktivis gerakan zakat. Dan kini mereka pun menikmati buah kerja kerasnya saat merintis FOZ di masa lalu.

Sebuah rintisan kebaikan yang terus dijaga para penerusnya hingga hari ini. Sebagai sebuah legacy kebaikan, Alhamdulillah FOZ masih ada hingga hari ini. FOZ pun masih tumbuh dengan baik seiring spirit-nya yang tetap terjaga sejak kelahirannya. Spirit FOZ sebagai rumah bersama gerakan zakat Indonesia tak berubah walau beragam peristiwa telah terjadi dan terus mewarnai FOZ.

Dalam rentang panjang gerakan zakat Indonesia. Di usianya saat ini yang ke-22, tentu saja masih banyak yang harus dibangun dan diperbaiki di jalan panjang gerakan zakat ini.

FOZ sejak awal konsisten mendorong ruang kolaborasi lembaga-lembaga zakat. FOZ berkeyakinan seperti yang John F Kenedy katakan, “Jika ingin berjalan cepat berjalanlah sendirian, jika kamu ingin berjalan jauh, berjalanlah bersama-sama”.

Keyakinan ini juga yang membuat FOZ tetap tegar walau melewati beragam gelombang dan batu karang kehidupan gerakan zakat. Sekuat apa pun batu karang yang dihadapi, FOZ meyakini ada titik lemahnya. Dan untuk menemukan titik lemah ini, perlu kemampuan lebih untuk bisa terus bertahan dan melewati panjangnya waktu yang harus dilewati.

Harus diakui, dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat memang tak ada satu kata pun tentang FOZ. Begitu pun di seluruh aturan dan regulasi zakat yang ada tak akan ditemukan tentang FOZ.

Bahkan beberapa orang dari Baznas mengatakan, kami tidak bisa berkoordinasi dengan FOZ karena tak ada dalam UU dan regulasi zakat yang ada. Lalu, dengan kondisi seperti ini, apakah FOZ putus asa dan mati langkah? Jawabannya tidak. FOZ lahir bahkan sebelum UU zakat dibuat dan disyahkan pertama kalinya. FOZ lahir tahun 1997, sedangkan UU Pengelolaan Zakat periode pertama baru disyahkan di momentum reformasi pada tahun 1999 di era Presiden BJ Habibie.

Reformasi yang terjadi di Indonesia, bukan hanya membawa dampak perubahan pada kondisi sosial masyarakat, tapi juga banyak melahirkan beragam UU sebagai wujud dari kebebasan yang diharapkan setelah reformasi terjadi. Padahal, menurut Jufrina Rizal dalam tulisannya yang berjudul Sosiologi Perundang-undangan dan pemanfaatannya, ia mengatakan, ”Pada dasarnya ada dua bentuk hukum yang berlaku. Pertama hukum yang tidak tertulis dimana normanya tumbuh dari praktek-praktek yang dijalankan anggota masyarakat dalam hubungannya satu sama lain. Kedua merupakan hukum tertulis yaitu perundang-undangan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang”.

#Ditulis dalam perjalanan Jakarta-Bandung, 20 Sept 2019

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement