Oleh: Akhmad Danial, Dosen Komunikasi UIN Jakarta.
Timeline saya penuh dengan sumpah serapah pada Parlemen. Ya terpilihnya Puan Maharaini di DPR, terpilihnya La Nyalla di DPD. Membuli Krsdayanti dan Mulan Jemeela, sampai terakhir riuh membuli soal Bambang Susetyo ketika terpilih sebagai ketua MPR.
Saya sih memilih diam saja karena saya punya catatan sendiri terkait soal-soal parlemen itu. Analisisnya sedikit beda walau ada titik-titik persamaan juga.
Saat ini saya bekerja di MPR, selain jadi dosen. Pernah juga jadi staf ahli anggota DPR selama 5 tahun. Pengalaman itu memberi perspektif yang sedikit berbeda dengan kebanyakan kawan saya di FB ini.
Ada niatan membuat catatan panjang tentang beragam hal yang saya liat dari postingan temanteman itu. Nantilah saya tulis kalau ada mood dan waktu.
Namun karena ini suasana weekend, saya mau menulis yang ringan saja. Ini mosalnya soal Krisdayanti (KD) si artis yang jadi anggota DPR. Dia jadi sasaran bullying saya kira, utamanya soal niatnya menata ruang kerjanya di DPR. (Pada sisi lain juga banyak Bully-an untuk Mulan Jameela dari soal baju 'bodo'-nya hingga omongannya yang bela KPK).
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 yang juga artis Desy Ratnasari (kiri) berswafoto dengan rekan sejawatnya Mulan Jameela (kanan) sebelum pelantikan di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Tapi untuk yang ini saya khusus pada bully yang ditujukan kepada KD saja. Dia diributkan karena akan merenovasi ruangannya di DPR. Dia dicela-cela karena belum apa-apa yang dipikirkan hanya soal ruangan, bukan soal kerja dengan segala programnya.
Jadi gini ya. Ruangan anggota DPR itu sempit banget. Umumnya terdiri dari dua ruangan, tapi bisa dimodifikasi meski luas ruangannya sama. Luas ruangan pimpinan beda. Jauh lebih luas dari ruangan anggota pada umumnya. Gede banget.
Setelah pintu masuk utama, anda akan masuk ke ruangan yang ditempati sekretaris anggota (SA) dan tenaga ahli (TA). Jadi ruang depan kecil itu diisi dua meja dan kursi buat masing-masing. Meja kerja saya di situ.
Waktu saya di DPR, ruangan SA dan TA itu ada dispenser dan lemari arsip yg sekaligus digunakan menyimpan piring, gelas, sendok atau garpu. Kita kan minum dan makan di ruangan.
Dispenser, meja kerja, lemari arsip dan komputer, itu inventaris DPR. Jadi gak bisa dibawa pulang kalo masa kerja habis. Sendok, garpu, gelas, piring, ya dibeli anggota sendiri. Jadi milik anggota.
Setelah ruang SA dan TA ada pintu ke ruang kerja anggota. Ukurannya standar aja. Bisa dimodifikasi luasnya dengan menggeser tembok gak permanen karena bisa dihancurkan (lupa istilahnya). Kalau anggota mau ruangannya lebih luas, ya ruang TA dan SA dipersempit.
Dalam ruangan anggota DPR itu, DPR hanya menyediakan satu lemari kecil dari kayu buat tarus jas atau pakaian. Satu lemari arsip model melebar dari kayu. Satu meja dan satu kursi serta satu komputer kerja. Plus, dua kursi untuk tamu.
Jadi, gak ada sofa buat terima tamu-tamu. Cuma ada dua kursi. Kalau anggota DPR mau ngobrol lebih nyaman di sofa empuk, mereka harus beli sendiri. Habis masa jabatan, inventaris DPR gak boleh dibawa, tapi berbagai barang yangg dibeli kayak sofa tamu atau stand lamp nya yg dibeli anggota biasanya dibawa karena memang milik anggota.
So, KD pas masuk ruangan kerja barunya sebagai anggota DPR, dia akan menerima ruangan yg sudah dimodif anggota lama yang menempati sebelumnya. Plus barang-barang inventaris DPR standar buat dia dan stafnya.
Kalau KD sreg dgn tata ruang anggota sebelum dia, dia gak modif lagi ruangan itu. Tapi kalau gak sreg, ya dimodif. Bukan cuma ruangan,bahkan karpetnya juga. Karena karpet bawaan dari DPR kualitasnya ya standar aja.
Rata-rata anggota, karpetnya diganti sesuai selera dia meski ada juga yang enggak. Wall paper juga sesuai selera anggota. Kalau mau ganti karpet atau wall paper ya pake uang sendiri, bukan dana DPR.
Jadi ruangan tiap-tiap anggota DPR itu, luasnya sama (sempit) tapi nuansanya beda-beda sesuai selera anggotanya. Furnitur, wall paper, karpet, interior, dll beda dan semua dibiayai dari kocek anggota. Di zaman saya (2009-2014), kamar Bamsoet paling wah. Ada air mancur dinding segala!
Ini ritual 5 tahunan setiap pergantian periode. Di DPD juga gitu setau saya. Biasanya terjadi renovasi ruangan para anggota DPR di awal mereka berkantor di DPR. Wajar aja sih menurut saya. Itukan kantor mereka 5 tahun ke depan. Bukan hanya KD yg begitu.
Ya tapi boleh aja sih bully KD, saya gak larang-larang. Ini cuma cerita aja pengalaman saya di DPR, mudah-mudhanan jadi pengetahuan yang bermanfaat. Karena kita tuh kadang bully tanpa tau kondisi. Padahal soal menata ruang kerja itu rutin aja terjadi segera setelah pelantikan anggota baru seperti saat ini.
Misalnya, kita suka kritis banget soal gedung baru DPR. Padahal kita yang menghuninya kadang suka ngeri sama gedung Nusantara III itu. Sudah overload, takut ambruk. WC dalam satu lantai itu ada empat. Ya buat anggota, ya buat staf. Standar juga.
Dulu waktu saya, anggota DPR punya staf ahli 3 dan SA-nya 2. Sekarang konon sudah 5 orang atau 7 orang staf ahli. Sumpek itu ruangan dan gak mungkin muat semuanya. Digabung sekian ratus anggota, kalikan aja berapa penghuni satu gedung itu.
Kalo gak percaya, coba deh observasi ke ruang-ruang kerja anggota.
By the way, ingat ya. Ini status receh. Cuma dongeng aja. Saya cuma resah sama bully artis yang jadi anggota DPR yang kadung dianggap pejoratif, bahkan bodoh segala. Ingat pengalaman saya baik artis dan bukan artis sama saja ketika mengawali karier sebagai anggota DPR. Mereka semua belajar.
'Apakah artis dan pesohor tak punya kemampuan? Jawabnya tidak, bahan bisa lebih hebat. Sejarah membuktikan Ronald Reagen yang artis film Cowboy bisa jadi Presiden AS. Pemain bola seperti Goerge Weah bisa jadi presiden Liberia. Imran Khan pesohor dan bintang olah raga kricet kini jadi Presiden Pakistan.
Maka jangan anggap enteng KD, Mulan, Tere, Rieke, Rano Karno, dan artis lainnya. Sekali lagi sama saja ketika mengawali menjadi anggota parlemen!