Jumat 18 Oct 2019 11:11 WIB

Mengenang HS Dillon; Pejuang Nasib Petani dan Rakyat Miskin

Orang miskin itu bukan hanya masalah uang, tapi martabat sebagai manusia.

Kepala Sub Direktorat Pengawasan Lembaga Zakat Kemenag, M Fuad Nasar
Foto: ROL/Abdul Kodir
Kepala Sub Direktorat Pengawasan Lembaga Zakat Kemenag, M Fuad Nasar

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: M. Fuad Nasar, Anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI)

Kemarin 16 Oktober, diperingati Hari Pangan Sedunia, tanggal ketika FAO atau Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa didirikan tahun 1945. Pada tanggal ini genap satu bulan meninggalnya tokoh ekonomi pertanian dan pejuang dalam melawan kemiskinan yaitu Dr Ir Harbrinderjit Singh Dillon atau akrab dikenal HS Dillon.  

Saya tidak dapat melupakan hari itu Senin malam 16 September 2019, berita duka saya terima melalui telepon dari saudara Troy Aldi Pratama, asisten pribadi beliau bahwa Pak Dillon baru saja menghembuskan napas terakhir pada pukul 18.27 WIT di RS Siloam Denpasar, Denpasar, Bali. Pak Dillon wafat pada usia 74 tahun. Sekitar dua pekan sebelum wafatnya saya berkesempatan membesuk beliau di ruang perawatan intensif (ICU) RS Siloam Denpasar.

Dalam rangka mengenang dan menghormati jasa-jasa mendiang tanggal 19 September 2019 diadakan acara Celebrating Life (Merayakan Kehidupan) bagi para sahabatnya di Kantor Komnas HAM Jakarta. Pemakaman abu jenazah dilakukan secara militer di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata Jakarta. Upacara pemakaman secara kenegaraan merupakan salah satu bentuk penghargaan negara kepada putra terbaiknya yang telah mendedikadikan hidup dan baktinya untuk kepentingan bangsa, negara dan kemanusiaan.

Baca Juga: Memperkuat Ekosistem Wakaf

Tokoh Indonesia keturunan India itu lahir di Medan, Sumatra Utara 23 April 1945. Menamatkan pendidikan sarjana pertanian di Universitas Sumatera Utara (USU).

Dalam prestasi akademiknya HS Dillon meraih doktor di bidang ekonomi pertanian dari Cornell University, Ithaca, Amerika Serikat (1983) dengan disertasi berjudul Growth with Equity: the Case of the North Sumatera Smallholder Development Project.

Sampai akhir hayat tanpa kenal lelah HS Dillon menyumbangkan pemikiran di berbagai forum mengenai pertanian dan membela nasib petani di Indonesia. Baginya, negara wajib membela nasib petani, bukan sekadar membangun pertanian.

Menurutnya, pertanian harus menjadi prioritas dalam pembangunan di negara kita. "Impor pangan yang meminggirkan petani akan melanggengkan kemiskinan di Tanah Air tercinta. Ketahanan pangan versi konglomerat dikhawatirkan semakin meminggirkan rakyat dan memiskinkan petani kita," ujarnya.

Persis sebagaimana diungkapkan Prof Dr Emil Salim bahwa HS Dillon adalah seorang pejuang melawan kemiskinan. Semasa hidupnya mendiang pernah menjadi pejabat eksekutif di Departemen Pertanian.

Kepakaran dan reputasinya di bidang ekonomi pertanian diakui di tingkat dunia ketika menjadi anggota Consultative Committee Common Fund for Commodities (Amsterdam). Begitu juga sewaktu melaksanakan tugas dari Presiden Soeharto selaku Ketua GNB untuk melakukan lobby di Roma, Italia, guna memenangkan pencalonan Dr Jacques Diouf dari Senegal sebagai Director General FAO.

Selain itu terpilih sebagai anggota International Policy Council for Food and Agricultural Trade (Washington, DC). Tugas lain dipercayakan kepadanya adalah sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (Maret 2001-Oktober 2001).

Dalam pengabdian secara formal kepada negara dan bangsa HS Dillon menjabat sebagai anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tahun 1998-2003, anggota Dewan Ekonomi Nasional pada 1999-2000, anggota Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dari 2000-2001, Kepala Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dari Maret 2001 hingga Oktober 2001, dan terakhir menjabat Utusan Khusus Presiden RI Bidang Penanggulangan Kemiskinan dari 2011 hingga 2014.

Selain itu beliau dikenang sebagai aktivis Hak Asasi Manusia, anggota Komnas HAM periode awal yang ikut meletakkan fondasi kerja Komnas HAM. Sebagai aktivis antikorupsi, HS Dillon merupakan salah satu tokoh yang ikut membidani lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

HS Dillon di masa itu secara aktif menggalang kerjasama NU dan Muhammadiyah dalam melawan korupsi. Dia meyakinkan dua ormas Islam terbesar yaitu NU dan Muhammadiyah untuk menggalang kekuatan bersama menggusur politik busuk. Untuk meraih tujuan tersebut dia memfasilitasi kelahiran dan langkah-langkah awal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

HS Dillon menyoroti banyaknya rakyat Indonesia yang miskin. Jika bukan miskin harta, mereka miskin jiwa.

Dalam perbincangan dengan mendiang HS Dillon di kediamannya sekitar 2017, beliau mengatakan, "Orang miskin itu bukan hanya masalah uang, tapi martabat sebagai manusia. Tugas kita adalah menyediakan tangga buat mereka agar bisa naik dan keluar dari kemiskinan."

Menurut HS Dillon –tanpa redistribusi– ketimpangan pendapatan dan kekayaan akan sangat sukar teratasi. Untuk itu beliau menyuarakan pentingnya reforma agraria dan bank tanah. Alat untuk memerangi kemiskinan harus dibagi-bagi, berupa tanah, modal usaha dan kredit usaha bagi petani, industri kecil dan pedagang kecil.

Reforma agraria – menurut HS Dillon – harus  menjadi agenda utama pemerintahan karena memang sudah terlalu terlambat. Penundaan kembali pelaksanaan reforma agraria akan semakin mempersulit pelaksanaan di lapangan karena selain lahan yang tersisa hanyalah lahan kurang subur dan bermasalah, biaya yang diperlukan pun akan semakin mahal karena para tuan tanah akan semakin memperkuat hak kepemilikan lahannya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement