Selasa 05 Nov 2019 13:54 WIB

Senja Menyapa di Pasar Seni

Mendekatimu adalah ilusi, menciummu adalah bunuh diri.

Senja (ilustrasi)
Senja (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Geisz Chalifah, Produser Jakarta Melayu Festival

Seringkali kita dibuat tertegun sesaat, ketika membaca kalimat dalam puisi atau Novel. Tak jarang pula, penggalan puisi itu dijadikan lirik lagu yang dibawakan dengan indah walau bercerita tentang kepiluan.

Seperti puisi Nizar Qadami Penyair Syiria yang menjadi lagu sangat populer di semenanjung Timur Tengah berjudul Elhobe Elmostahel dibawakan oleh Kazeem Elsaher penyanyi dari Iraq. Dalam liriknya dia berkata: Mendekatimu adalah ilusi, menciummu adalah bunuh diri.

Puisi Nizar Qadami lainya berjudul Igdob menjadi lagu yang dibawakan penyanyi cantik asal Syiria bernama Asala Nasri. Liriknya tak kalah ciamik: Diam itu keagungan, sedih itu keanggunan.

Yang tak kalah menguras emosi ketika membaca novel Laila Majnu yang ditulis oleh Nizami, beragam kalimat yang mengoyak emosi sering kali menghentikan kita sejenak dalam membaca isinya.

Nizami menulis; kau adalah surga, kuyakini itu namun aku tak dapat menemukan kunci untuk membuka gerbangnya.

Di halaman yang lain dalam kisah yang semakin menguras hati, Nizami menulis: Kau adalah penyembuh bagi semua yang salah pada diriku namun pada saat yang sama kau adalah penyakitku! Kau adalah mahkota yang telah dibuat untukku, namun yang menghiasi kepala orang lain. 

Dan pada akhirnya Nizami semakin menancapkan kepedihan; Kabilah Laila dan Kabilah Majnu datang untuk bersimpuh dimana orang kesayangan mereka terbaring, hanya dalam kematian mereka diizinkan untuk bersanding.

Sore yang agak mendung, di atas panggung Reda Gaudiamo memetik gitar, dia melantunkan lagu dari puisi Sapardi Djoko Damono, berjudul; Sajak kecil tentang cinta.

Reda Gaudiamo dengan petikan gitarnya, memaksa semua yang berada di sekitar panggung Pasar Seni, terdiam, terpukau dengan lantunan suaranya. Lirik lagu yang berasal dari puisi Sapardi itu menyatu dengan petikan gitar juga dirinya.

Emosinya sampai ke semua yang hadir, suaranya melambangkan kegetiran yang sangat; 

Mencintai angin harus menjadi siut

mencintai air harus menjadi ricik

Mencintai cakrawala harus menebas jarak

Mencintaimu harus menjelma aku

Senjapun berakhir, tepukan tangan membahana pada sang pelantun, memberi respek  sedalam-dalamnya dari mereka yang terpukau oleh lantunannya.

Azan magrib berkumandang lalu sebagian bersegera menghadap sang khalik dalam doa. Sekhusyu, senyata sebelum menghadap-Nya dalam diam dan terpaku bisu.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement