REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Irfan Syauqi Beik, Pengamat Ekonomi Syariah IPB
Memperhatikan perkembangan terakhir mengenai analisis sejumlah pihak yang cenderung mendorong agar bank BUMN tidak perlu menyuntikkan modal ke Bank Muamalat, dan menyalahkan Bank Muamalat sebagai penyebab turunnya harga saham bank BUMN, maka saya perlu menanggapinya
Pertama Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah bank syariah pertama di Indonesia dan secara pangsa pasar adalah yang terbesar kedua, sehingga upaya penguatan BMI harus dijadikan sebagai prioritas kita semua. Upaya untuk memperkuat permodalan BMI harus terus didorong dan dilakukan. Masih banyak opsi yang bisa digunakan untuk memperkuat permodalan BMI.
Kalaupun ada bank BUMN, atau siapa pun institusi yang ingin masuk dan menyuntikkan modal untuk BMI, saya kira sah-sah saja. Biarkan prosesnya berjalan dengan wajar. Tidak perlu ada upaya untuk menahan dengan cara membentuk dan menggiring opini yang keliru. Biarkan prosesnya berjalan secara alami dengan analisis yang jernih.
Kedua, di sejumlah pemberitaan, ada upaya menggiring opini bahwa gejolak harga saham bank BUMN yang terjadi belakangan karena isu bank BUMN akan menyelamatkan Bank Muamalat. Saya kira ini tindakan gegabah yang kurang tepat. Seolah-olah gara-gara ingin menyelamatkan Bank Muamalat maka terjadi gejolak seperti itu.
Kita harus analisis secara lebih jernih situasi yang ada, dan menyalahkan Bank Muamalat adalah analisis yang keliru. Banyak faktor yang harus dianalisis dalam menelaah kondisi ini termasuk ancaman "gagalnya" salah satu bank konvensional terbesar di dunia.
Ketiga, dimunculkannya isu ini di saat penyelenggaraan ISEF dan gencarnya kampanye edukasi dan sosialisasi ekonomi syariah yang dilakukan pemerintah tentu memiliki "target tertentu". Apalagi ditambah dengan naiknya posisi Indonesia menjadi nomor 1 dalam Global Islamic Finance Report 2019 maupun peringkat 5 pada State of the Global Islamic Economy Report yang baru dirilis. Tentu "penggorengan" isu Bank Muamalat berpotensi memberikan efek negatif terhadap kampanye ekonomi dan keuangan syariah.
Saya menduga, dan semoga ini tidak terjadi, ada upaya sebagian pihak yang ingin agar BMI ditutup. Perlu saya ingatkan bahwa biaya sosial yang ditimbulkan akibat penutupan BMI akan sangat tinggi dan sangat mahal.
Keempat saya berharap agar upaya penguatan modal BMI bisa berjalan lancar, dan proses-proses yang ada saat ini bisa berjalan dengan baik. Saya percaya banyak pihak, termasuk OJK, yang menginginkan agar proses penguatan modal BMI ini bisa diselesaikan dengan baik.
Kelima saya mengajak kepada semua pihak untuk terus mengkampanyekan secara bersama-sama pengarusutamaan ekonomi dan keuangan syariah. Mari jadikan instrumen ekonomi dan keuangan syariah sebagai salah satu penyangga utama ekonomi Indonesia, apalagi banyak pihak, termasuk IMF, yang memprediksikan kondisi perekonomian dunia yang akan semakin melambat di tahun 2020.
Tahun depan adalah tahun yang sangat kritis. Jadikan industri halal (sektor riil syariah), industri keuangan syariah, dan sektor ZISWAF sebagai salah satu tulang punggung perekonomian nasional kita.
Demikian pernyataan ini saya sampaikan. Terima kasih. Wassalaamualaikum