Senin 16 Dec 2019 18:06 WIB

Qanun Aceh Ujian LKS

Qanun bukan sekadar emosional keagamaan, tetapi alternatif.

Teller bank syariah sedang menghitung uang nasabah (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Teller bank syariah sedang menghitung uang nasabah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Firman Jatnika, Praktisi Perbankan Syariah

Sesungguhnya, jika dipikirkan lebih mendalam, Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS), konversi sistem konvensional ke sistem keuangan syariah adalah ikhtiar masuk akal. Itu bukan sekadar emosional keagamaan, melainkan alternatif yang harus ditempuh Pemerintah Provinsi Aceh. Dengan qanun, diharapkan paling lambat Januari 2022 seluruh lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh telah menjalankan sistem syariah.

Faktanya, sistem ekonomi konvensional tidak mampu membawa ekonomi Aceh “lepas landas”. Sampai dengan triwulan II-2019, ekonomi Aceh mengalami perlambatan pertumbuhan, yakni tumbuh 3,71 persen (yoy).

Ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya (5,71 persen, yoy) serta di bawah pertumbuhan ekonomi nasional (5,05 persen, yoy) dan kawasan Sumatra (4,62 persen, yoy). Pangsa pasar ekonomi Aceh tercatat hanya 4,80 persen terhadap perekonomian Sumatra, jauh di bawah Sumatra Utara, Riau, dan Sumatra Selatan yang hampir mencapai 60 persen dari total ekonomi Sumatra.

Dengan proporsi ini, Aceh masih menjadi provinsi ketiga terkecil di Sumatra setelah Bengkulu dan Bangka Belitung (BI, 2019). Bahkan, dengan mengeluarkan pengaruh inflasi, ekonomi Aceh yang ditunjukkan oleh PDRB atas dasar harga konstan cenderung stagnan dalam tiga tahun terakhir (BI, 2019).

Ironisnya, walau pernah memiliki kekayaan SDA melimpah, dari sisi kesejahteraan masyarakat, penduduk miskin di Aceh pada Maret 2019 mencapai 15,32 persen dari jumlah penduduk dan mencapai peringkat pertama di Sumatra (BPS,2019). Dengan demikian, mengingat peran penting lembaga keuangan, terutama perbankan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, konversi lembaga keuangan konvensional ke syariah adalah keniscayaan.

Schumpeter beragumentasi, pentingnya peranan sistem perbankan memengaruhi besaran dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah/negara dengan mengidentifikasi dan membiayai investasi produktif. Hasil penelitian memperlihatkan, pengembangan dan kecanggihan sektor keuangan sangat srategis memengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi.

Pada mulanya pembangunan ekonomi dihubungkan oleh berbagai aliran pemikiran ekonomi dengan SDA (pertanian, tanah, mineral, logam), tenaga kerja (termasuk keterampilan, produktivitas, dan pendidikan), kewirausahaan, atau teknologi dan inovasi. Modal kemudian diperkenalkan oleh teori ekonomi klasik sebagai elemen kunci.

Tanpa akumulasi modal yang signifikan, semua faktor produksi lainnya tetap menganggur. Nilai tambah dari proses produksi adalah hasil dari keberadaan, aksesibilitas, dan biaya modal.

Jadi, keputusan Qanun Aceh untuk mengonversi lembaga keuangan konvensional ke syariah harus dibaca sebagai upaya memperluas akses masyarakat terhadap modal karena sistem perbankan konvensional tak mampu mengakomodasi keperluan strategis itu.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement