Selasa 11 Feb 2020 15:01 WIB
Tajuk Republika

Haruskah Indonesia Khawatir Virus Corona?

Indonesia belum melaporkan adanya virus corona.

Penanganan medis virus corona di China (Ilustrasi)
Foto: Ist
Penanganan medis virus corona di China (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Haruskah kita khawatir? Negara tetangga kita sudah melaporkan temuan pengidap virus bernama nCoV (new corona virus) sampai dengan kemarin. Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Taiwan. Angka temuan pengidap penyakit mirip flu dan demam ini di negara jiran terus meningkat. Sampai pada level yang mengharuskan pemerintahnya waspada dan perlu melakukan tindakan-tindakan pengamanan tertentu.

Sampai dengan Senin kemarin, Pemerintah Singapura mengonfirmasi ada 45 pasien yang positif mengidap nCoV. Di Malaysia, pada waktu yang sama, sudah tercatat 18 kasus pengidap nCoV. Beberapa pengidap yang positif terdeteksi tidak langsung dari Wuhan, Cina, tetapi sudah singgah di Singapura, baru ke Malaysia.

Dari Thailand tercatat pengidap positif virus corona sudah mencapai 32 orang. Vietnam juga melaporkan kasus 14 warganya yang mengidap virus yang berkembang dari SARS tersebut. Hanya tinggal Brunei Darussalam dan Indonesia yang sampai kemarin belum melaporkan ada pasien yang positif mengidap virus tersebut.

Situasi ini menjadi cukup unik. Sampai peneliti Harvard dan Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO) berkomentar mengenai situasi di negara kita ini.

Mereka pada intinya khawatir bahwa ketiadaan laporan penderita virus corona di Indonesia bukan karena tidak ada penderitanya, melainkan karena tidak terdeteksi. Tidak terdeteksi bisa terjadi karena teledor atau tidak memiliki alat deteksi yang mumpuni.

Virus corona jelas bukan wabah sepele. Pengidapnya sudah mencapai tiga puluhan ribu orang. Terbanyak di Cina. Mayoritas pengidapnya adalah orang usia lanjut. Korban pengidap yang meninggal mendekati seribu orang.

Secara statistik, percepatan orang yang terjangkit virus ini dengan pasien yang sudah sembuh pun rasionya amat jomplang. Artinya, virus berpindah begitu cepat ke banyak orang, sementara penyembuhannya relatif lambat.

Di sisi lain, jumlah pengidap positif dan korban tewas ini dipandang kecil. Namun, jelas kita tidak dapat mengecilkan bagaimana virus yang terasa seperti demam dan radang tenggorokan ini dengan cepat menyebar ke negara-negara lain.

Itu mengapa pertanyaan awal di atas menjadi relevan bagi publik kita. Haruskah publik khawatir dan resah dengan situasi ini? Mengacu pada kesimpulan WHO ataupun peneliti Harvard, juga dikonfirmasi oleh Kementerian Kesehatan, secara statistik harusnya sudah terlihat ada minimal enam penderita nCoV yang ditemukan di Indonesia!

Namun di sisi lain, pertanyaan yang sama juga relevan kita ajukan kepada pemerintah. Haruskah kita khawatir terhadap kemampuan pemerintah mendeteksi virus corona pada publik? Apakah pemerintah sudah berbuat maksimal di setiap celah pintu kedatangan bandara dan pelabuhan? Apakah pemerintah sudah memiliki teknologi yang mumpuni untuk mendeteksi virus tersebut? Dan apakah publik merasakan kesiapsiagaan pemerintah itu?

Menarik melihat bagaimana publik justru tampak diam terhadap situasi ini. Bahwa publik sebetulnya bisa dengan sederhana mengukur kesiapan pemerintah memantau pergerakan virus ini. Bandingkan, misalnya kewaspadaan aparat dan alat pemantau di bandara Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina dengan di bandara di Cengkareng, Manado, Denpasar, ataupun kota lainnya.

Tentunya bila publik menemukan ada hal yang dirasa kurang, mereka bisa segera melaporkan ke pengelola bandara ataupun menuliskannya di media sosial. Ini demi kepentingan bersama.

Pada Sabtu akhir pekan lalu, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong secara khusus berpidato di laman media sosial YouTube-nya. Lee berpidato dalam tiga bahasa: Melayu, Inggris, dan Cina. Inti pidatonya adalah mengabarkan situasi terkini serangan nCoV dan langkah-langkah penanganan yang telah dilakukan pemerintah.

Lee meminta warga Singapura tidak perlu khawatir dan panik berlebihan dengan situasi naiknya parameter kesehatan virus ini. Ia mengajak warga untuk bersatu, bersama-sama pemerintah menangani virus ini.

Warga Singapura, menurut Lee, terbukti bisa mengatasi wabah SARS ataupun MERS, karena itu mereka pasti bisa mengatasi wabah nCoV. Ini sebuah ajakan yang menenangkan sekaligus menguatkan warganya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement