Senin 02 Mar 2020 08:18 WIB

Etika Lingkungan dan Masa Depan Kehidupan

Suksesnya orang beriman juga ditentukan oleh hubungan baik terhadap lingkungan.

Dani Putra, S.E, A.k
Foto: ist
Dani Putra, S.E, A.k

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh: Dani Putra, S.E, A.k*

Sebagian kita sudah sangat terbiasa mendengarkan kajian, tausyiah, dan ceramah mengenai suksesnya orang yang mengaku beriman didasarkan atas dasar hubungan baik dengan Tuhannya dan hubungan baik dengan sesama manusia. Namun yang jarang menjadi perhatian dalam dakwah adalah suksesnya orang beriman juga ditentukan oleh hubungan baik terhadap lingkungan. Dalam Islam dikenal dengan hablu mina Allah (manusia dengan Allah), hablu min an-Nas (manusia dengan manusia), dan hablu min 'Alam (manusia dengan alam/lingkungan).

Jika merujuk pada al-Qur'an, maka akan ditemukan nilai-nilai/norma-norma dasar tentang interaksi terhadap lingkungan. Pertama, norma tauhid yang disebutkan di dalam Al-Qur'an surat ke 4 ayat ke 126 tentang konsep kepemilikan mutlak adalah Allah, sedangkan manusia hanyalah dititipkan.

Kedua, norma mizan atau keseimbangan yang merupakan tugas/amanah manusia untuk menghadirkan keseimbangan. Seperti disebutkan di dalam Al-Qur'an surat ke 54 ayat ke 49 dan surat ke 55 ayat ke 6, 7, dan 8. Ketiga, norma khalifah (pemimpin, penjaga, dan wakil Allah). Norma tersebut disebutkan di dalam Al-Qur'an pada surat ke 2 ayat 30, dan surat ke 6 ayat 165.

Keempat, norma amanah disebutkan di dalam Al-Qur'an surat 45 ayat 12 - 13. Kelima norma masuliyah (pertanggungjawaban dan hisab) sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Qur'an surat ke 99 ayat ke 7 dan 8.

Perubahan Iklim

Konferensi Lingkungan Hidup pertama digelar di Stockholm, Swedia, pada 5-16 Juni 1972. Konferensi dilaksanakan dalam rangka merespon perubahan iklim atau climate change yang berdampak pada pemanasan global atau global warming di muka bumi. Dan, manusia adalah penyebab utama atas perubahan iklim dan pencemaran lingkungan.

Ketika umur manusia bertambah, maka kebutuhan akan energi juga ikut bertambah. Bertambahnya jumlah kendaraan bermotor, pemakaian listrik berlebihan, industri rumah tangga, dan penggunaan produk plastik adalah penyebab utama dari sekian banyak penyebab rusaknya lingkungan.

Pembakaran hutan gambut pun berdampak besar terhadap atmosfer dan menimbulkan efek rumah kaca sehingga memicu perubahan iklim. Padahal, hutan gambut mampu menyimpan karbon dalam jumlah besar dari permukaan hingga kedalaman 10 Meter. Hal tersebut sangat bermanfaat untuk menanggulangi banjir saat musim hujan dan mampu menyimpan air saat musim kemarau. Dan, Indonesia memiliki ekosistem gambut seluas 24,67 juta ha yang tersebar di empat pulau besar yaitu Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Hutan alami yang diubah menjadi hutan industri melalui cara pembakaran hutan, juga memiliki dampak besar terhadap perubahan iklim. Hal tersebut berkontribusi terhadap efek rumah kaca yang membuat semakin tingginya suhu permukaan bumi. Data statistik Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2019 menyebutkan bahwa pada tahun 2015 terjadi kebakaran hutan yang menyebabkan dampak emisi gas rumah kaca sebesar 802.870 ribu ton CO2.

Terakhir, perilaku manusia seperti terbiasa dengan membuang sambah sembarangan, hidup boros dalam penggunaan air, pembangunan tanpa proses AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) pasti pula akan berpengaruh di kehidupan masa yang akan datang. Entah jangka pendek ataupun jangka panjang. 

Masa Depan Kehidupan

Bencana diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, bencana alam yakni bencana yang terjadi murni karena alam yang mengalami perubahan seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan sebagainya.

Kedua, bencana non alam. Bencana tersebut terjadi atas kontribusi manusia seperti genosida, peperangan, kerusuhan, dan lainnya. Walaupun, di sisi lain, ada bencana yang terjadi atas akumulasi perilaku manusia yang dilakukan sekian lama dan bepengaruh terhadap kondisi alam dan lingkungan.

Masa depan manusia jika merujuk pada al-Qur'an dalam pembangunan dan dinamika kehidupan harus memperhatikan norma-norma atau etika yang ada di dalamnya. Karena etika tersebut lahir dari yang Maha Memiliki, Menguasai, Menciptakan, dan Mengetahui seluruh alam semesta. Dia paling tahu apa yang paling tepat untuk manusia dalam rangka menyukseskan fungsi kekhalifahan.

Rahmatan Lil 'Alamin tidak akan mungkin hadir dari makhluk lain selain manusia. Manusia beriman harus mampu menyeimbangkan kebutuhan manusia dan keseimbangan alam semesta. Kota atau wilayah modern seharusnya tidak lagi tentang gedung yang tinggi. Kota modern adalah kota yang mampu menghadirkan keseimbangan kehidupan antar sesama makhluk.

Mulai saat ini, mari kurangi konsumsi hal-hal yang berpotensi merusak alam. Semua harus eco friendly agar manusia kehidupannya tetap berlangsung dan maqosyid syari'ah tercapai. Wallahu a'lam

* Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Depok

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement