Kamis 27 Aug 2020 15:24 WIB

Hijrah Seperti Nabi

Hijrah mendorong semangat perubahan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik.

Red: Karta Raharja Ucu
Hijrah, ilustrasi
Hijrah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dudung Abdurahman, Guru Besar Sejarah Islam UIN Sunan Kalijaga.

Momentum hijrah Tahun Baru Islam 1 Muharam 1442 H bertepatan dengan 20 Agustus 2020 menarik perhatian publik lantaran juga beriringan dengan suasana peringatan Kemerdekaan Indonesia. Selain momentum ini telah menjadi tradisi umat Muslim Nusantara, istilah hijrah kini juga tengah populer dalam perilaku keagamaan kaum milenial dan selebritis, tetapi hijrah dalam arti luas bisa menjadi tindakan masyarakat pada pusaran pandemi.

Hijrah dalam pengertian bahasa, yaitu berasal dari kata kerja Arab, hajara artinya pindah atau meninggalkan tempat lama menuju ke tempat yang baru. Maksudnya adalah berpindah atau keluar dari satu tempat ke tempat lain yang lebih baik dan aman bagi keselamatan. Namun yang sepadan dengan pengertian kata tersebut adalah transformasi, mobilisasi, dan perubahan-perubahan lainnya.

Hijrah lebih luas lagi maknanya bukan hanya dilakukan perubahan secara fisik, melainkan yang terpenting lagi adalah perubahan spiritual. Yakni meninggalkan segala keburukan dalam perkataan maupun perbuatan dan menggantinya dengan segala perbuatan baik dalam ketaatan kepada Tuhan.

Sejarah

Kosakata hijrah dalam sejarah pertama kali berkenaan dengan peristiwa berpindahnya umat Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dari Mekkah ke Habsyi, kemudian ke Thaif, dan selanjutnya hijrah dipimpin oleh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam beserta para sahabatnya dilakukan ke Madinah. Semua hijrah ini secara sosial terjadi sebagai pencarian suasana aman akibat desakan dan ancaman kalangan musyrikin Quraisy Mekkah atas dakwah Nabi Muhammad.

Hijrah Nabi Muhammad ke Yatsrib terjadi juga atas perintah Tuhan dalam rangka menyelamatkan dakwah Islam dan umatnya dari cengkraman serta ancaman musyrikin Quraisy Mekkah. Selain itu situasi masyarakat Yastrib ketika itu telah mendukung keamanan dan penyebaran Islam. Meski keragaman sosial maupun agama juga hampir sama dengan Mekkah, tetapi Yastrib menunjukkan keadaannya yang lebih maju, setidaknya dalam sosial dan budayanya.

Nabi Muhammad dan para sahabatnya memperoleh suasana aman pascahijrahnya di Yatsrib pada 12 Rabiul Awwal atau 14 September 622 M. Di sana beliau Shalallahu Alaihi Wassalam mendakwahkan Islam, yang dimulai dengan pembangunan Masjid Kuba, dilanjutkan dengan pembangunan Masjid Nabawi.

Kehidupan sosial dan keagamaan mulai diperbaiki, khususnya atas dukungan dan peran kebersamaan antara kelompok Muhajirin (Muslim berasal dari Mekkah) dan Anshar (Muslim penduduk asli Yatsrib). Atas kemajuan dan perubahan penting di daerah hijrah ini, maka berubahlah nama kota tersebut menjadi Madinah, artinya kota yang maju dan berperadaban.

Atas momentum hijrah dan suasana kemajuan Madinah itulah, kemudian di masa pemerintahan Muslim dalam kepemimpinan Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, yaitu sekitar 19 tahun setelah hijrah Nabi di Yatsrib itu, khalifah Umar menetapkan momentum hijrah tersebut sebagai kalender Muslim. Karena itulah hingga kini penghitungan kalender muslim yang sudah mencapai 1441 ini disebut kalender hijriah, bukan kalender Islam yang terhitung dari sejak lahirnya agama ini pada tahun 610 Masehi, awal diturunkan wahyu Alquran kepada Nabi Muhammad di Mekkah, melainkan dari pertumbuhan dan transformasi masyarakat Muslim di Madinah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement