REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Sarbini Abdul Murad
Oktober 2005. Saat itu umat Islam sedang menunaikan ibadah puasa. Tiba-tiba kami mendapat berita yang mengagetkan. Terjadi gempa bumi yang meluluhlantakkan Kashmir, Pakistan, kota yang terkenal dengan keindahan alamnya dengan gugusan pegunungan Hindukush yang menjulang tinggi.
Di kala musim dingin, salju turun menutupi gugusan pegunungan, ditambah pepohonan rindang yang hijau dengan kelokan sungai yang lebar. Airnya begitu bening meneduhkan hati, memanjakan mata, dan menakjubkan. Betapa indah ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, tak salah bila orang menjuluki Kashmir bak sekeping surga di bumi.
Namun, gempa berkekuatan dahsyat melenyapkan keindahan itu dalam sekejap. Gempa itu telah menyebabkan ribuan orang tewas dan ribuan lainnya luka-luka. Gempa itu juga telah merobohkan puluhan ribu rumah dan gedung perkantoran.
Kegetiran dan kesedihan tergores dalam raut wajah para korban gempa. Pancaran mata mereka mengharapkan belas kasihan dari orang lain agar mengulur tangan mengurangi kesulitan mereka. Di tengah kegetiran itu, anak-anak masih bisa tertawa lepas. Mereka terlalu kecil untuk paham betapa orang terkasih di antara mereka telah pergi untuk selamanya.
Dunia tersentak melihat dampak gempa tersebut. Bantuan internasional berdatangan ke Kashmir. Berbagai bantuan mereka berikan untuk meringankan penderitaan pengungsi Kashmir. Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia dan sahabat Pakistan ikut serta mengulurkan tangan untuk meringankan beban para korban.
Adapun MER-C (Medical Emergency Rescue-Committee) sebagai organisasi yang berkecimpung dalam bidang kegawatdaruratan medis juga turut serta mengirim tim medis. Enam orang diterjunkan ke sana: dr. Joserizal Jurnalis, Sp.Ot., dr. Ahmad Kurnia, Sp.Onk., dr. Dedi Atila, Sp.An., dr. Muhammad Mulki, dan Fidaus Rido.