REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kualitas karya fotografi dianggap sangat menentukan keberhasilan promosi suatu destinasi pariwisata sehingga menjadi semakin populer dan banyak menarik minat wisatawan untuk berkunjung.
Setidaknya hal itulah yang diharapkan Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Dadang Rizki Ratman saat memberikan sambutan dalam acara Workshop Fotografi untuk Jurnalis Travel Kerja Sama Forwapar dan Deputi PDIP Kemenpar yang digelar di Historia Lounge & Bar, Kawasan Wisata Kota Tua, Jakarta Barat, Kamis (5/10).
"Foto harus mampu memberikan daya tarik. Capture ini penting sebagai alat untuk mengundang wisatawan," kata Dadang.
Oleh karena itulah, pihaknya menyadari pentingnya upaya untuk meningkatkan kualitas karya fotografi khususnya bagi jurnalis travel.
"Dengan begitu jurnalis bisa lebih meningkat kemampuannya dalam teknik, memotret dengan hati, bukan hanya sekadar menguasai teknik tapi mengcapture foto yang menarik," katanya.
Ia juga berharap karya foto jurnalistik di bidang pariwisata semakin baik kualitasnya sehingga banyak karya foto yang mampu bercerita tentang suatu destinasi. Maka wisatawan pun kian tertarik untuk berkunjung ke destinasi yang menjadi obyek fotografi.
Dadang juga menekankan pentingnya caption dalam sebuah foto untuk menjelaskan makna atau arti dan lokasi karya foto. Ia juga menyarankan agar karya foto untuk pariwisata mengandalkan etika pengambilan angle dengan tidak memuat konten-konten yang mengandung kekerasan atau SARA.
"Harus juga hati-hati, foto-foto yang menagndung kekerasan jangan digunakan sebagai alat promosi. Jangan ada darah atau tengkorak yang keluar untuk jadikan alat promosi. Meskipun misalnya itu produk tradisi," katanya.
Dadang berharap melalui workshop fotografi, para peserta dapat semakin memperkaya teknik, cara, promosi, sehingga menghasilkan karya fotografi bernilai seni tinggi.
"Sehingga fotografi pun bisa mendatangkan nilai ekonomis bagi sang fotografer," katanya.
Sementara itu pembicara workshop Sendy Aditya Saputra yang juga Fotografer senior Colours Garuda Inflight Magazine mengatakan dalam workshop bertema "Visual Literasi dan Visual Storytelling" itu peserta diajak untuk berinteraksi dengan imaji mereka untuk mengerti, membaca, dan membayangkan dalam pembuatan seni dua dimensi.
"Pendekatan visual literasi dan Storytelling merupakan hakikinya dari seni dua dimensi yakni fotografi maupun lukisan," katanya.
Berbagai pendekatan atau teori disajikan seperti, Teori Gestalt dalam ilmu psikologi, menggunakan Panca Indra dan Tri Indra (8 indra manusia) dalam pengetahuan bahasa filsafat.
Selain itu dipaparkan pula mengenai pengenalan komposisi fotografi sebagai teori penciptaan alam semesta secara filsafat yang digunakan dalam fotografi, teori warna secara universal maupun kebudayaan, dan kerangka persiapan seorang fotografer sebelum menjalankan tugasnya di lapangan hingga pendekatan photo story yang berguna untuk membuat foto-foto Travel Storytelling yang dapat menceritakan sebuah perjalanan secara lengkap.
Beberapa genre fotografi mulai dari Landscape, Human Interest, Potrait, Street Photography, Jurnalistik, dan Dokumenter juga disampaikan dalam workshop.
"Dari semua itu, fotografer diharapkan akan mampu membuat karya foto lebih menarik, penuh dengan cerita, mengasah skill fotografinya, mengasah kepekaan apa saja yang harus di foto ketika di lapangan dan mampu membuat kerangka persiapan sebelum sang fotografer menekan Shutter Camera," katanya.
Ketua Umum Forum Wartawan Pariwisata (Forwapar) Fatkhurrohim mengatakan acara tersebut digelar dalam rangka meningkatkan kualitas hasil karya fotografi jurnalis travel.
"Ini upaya untuk mendorong lebih banyak tercipta karya foto yang memiliki ciri khas bahwa foto tersebut adalah hasil jepretan dari jurnalis travel kita," katanya dalam pernyataan tertulis, Jumat (6/10).
Menurut dia, perlu ada standar dan keseragaman dalam hal teknik pengambila angle, komposisi, dan warna. "Dalam workshop ini tidak menekankan pada 'taste' sang fotografer. Karena 'taste' kembali lagi pada setiap individu. Untuk menghasilkan 'taste' yang mendapat pengakuan orang banyak bahwa itu bagus itu berpengaruh pada jam terbang sang fotografer," katanya.
Ia berpendapat semakin sering seseorang berpraktik, hunting foto, dan selalu "dekat" dengan kamera maka akan mudah baginya untuk menghasilkan karya foto yang menarik, unik, dan berbeda dengan karya orang lain.