Selasa 23 Oct 2012 13:00 WIB

Catatan Tinggal di Eropa (XIV) Transit

Bandara Schipol Amsterdam Belanda
Foto: rnw
Bandara Schipol Amsterdam Belanda

REPUBLIKA.CO.ID,Begitu ketat pemeriksaannya, sampai salah satu teman saya harus ke toilet dulu untuk menumpahkan semua senjata rahasia yang disimpan dalam perut karena saking mulasnya.  Kamipun sempat panik, karena beliau tidak muncul-muncul di pemeriksaan. 

Setelah lama menunggu dengan gelisah, beliau terlihat menuju tempat pemeriksaan sambil memegang perutnya.  Setelah dirasa semua senjata rahasia sudah dikeluarkan semua, beliau kemudian berani menghadapi putugas yang memeriksanya.  Alhamdulillah berkat senjata rahasia yang dengan rela hati dan penuh keikhlasan telah ditinggalkan di tanah Belanda, maka selamatlah beliau dari pemeriksaan.  Masih untung juga bagi saya hanya tiga kali bolak-balik diperiksa.  Salah satu teman kami (mas Rahadi) harus menghadapi tantangan yang lebih mendebarkan.  Beliau dituduh menyembunyikan senjata rahasia di dalam tas punggungnya. 

Dengan gugup dan keringat dingin mengalir, beliau menumpahkan semua isi tas, sampai kosong.  Tidak ada senjata rahasia itu.  Tasnya discanner lagi, lho ternyata senjata itu masih tersimpan dalam tas.  Maka dengan muka pucat, beliau mengaduk-aduk lagi tasnya.  Akhirnya setelah berjuang cukup lama, beliau menemukan celah dalam tasnya berupa resleting di bagian bawah tas, dan ternyata senjata rahasianya adalah ..… botol obat batuk.  Ceritanya, tanpa setahu beliau, istri beliau menyelipkan obat batuk dalam tas tersebut.  Uhuk uhuk ……

Transit di Belanda mengajarkan pada saya bahwa Belanda merupakan negara yang patut dihargai dan dicontoh.  Negaranya kecil hanya sebesar Jawa Timur.  Tapi secara lahiriah tampak sekali kemajuannya.  Sudah selayaknya negara seperti ini, dahulu mampu menjajah Indonesia.  Mereka sudah menata rapi negaranya.  Rakyatnya disiplin dan pemerintahannyapun bekerja demi kemakmuran bangsa.  Dimana-mana terlihat betapa rakyat Belanda berlaku beradab, contoh kecil, mendahulukan pejalan kaki, tidak membuang sampah sembarangan, taat pada aturan. 

Dalam tataran kenegaraan, rakyat yang memiliki sifat seperti ini akan mudah untuk digerakkan maju.  Dahulu mungkin …. ya digerakkan untuk menjajah itu.  Namun sekarang, energi bangsa dicurahkan untuk membangun negaranya.  Maaf, saya bukan membela negara penjajah ya, hanya mengevaluasi sekilas saja.

Indonesia sebenarnya dapat dan mampu mengakselerasi kemajuan diberbagai bidang.  Potensi Indonesia   melimpah ruah. 

Negara yang luas dengan dikelilingi dan dipisahkan lautan.  Alam yang subur dengan cuaca yang menyegarkan.  Rakyat yang banyak dengan kaum muda yang mendominasi jumlahnya.  Tinggal menempatkan semua potensi tersebut kearah yang tepat.  Marilah kita berusaha untuk itu.  Tidak perlulah selalu mengkritik penguasa dengan menelanjangi kekurangannya (atau kalau ingin mengkritik, seperlunya saja dan jangan asal mengkritik).  Ingat mengkritik asal-asalan itu mungkin akan menambah dosa.  Lebih baik diawasi dan dinasehati dengan baik-baik.

Lumayan dapat pahala dan elegan, ditambah tidak menyakiti orang lain. Dengan berbagai kelemahannya, penguasa sudah berusaha memajukan Indonesia.  Janganlah mengumpat dan mengeluh, Indonesia kurang ini, bangsa kita sulit itu, pemimpin kita suka anu.  Sudahlah itu semua tidak akan menyelesaikan masalah.  Ayo, kita melakukan sesuatu.  Tidak harus berkarya besar.  Hal-hal kecilpun itu sudah sangat membantu Indonesia. 

Penulis: Wahyu Widodo, sekarang sedang Post Doctoral di Portugal atas biaya Erasmus Mundus

Rubrik ini bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia

sumber : PPI
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement