Jumat 25 Jan 2013 16:04 WIB

Cerpen: Senja Bersama Lana

Senja di tepi pantai.
Foto: okc.about.com
Senja di tepi pantai.

 

Lagi-lagi Lana berdiri di balkon itu, memandangi rumpunan ilalang yang terhampar sampai ke batas pantai di depan rumahnya. Tak peduli hembusan angin telah membuat rambutnya terlihat tak beraturan dan dingin menyapu kulitnya.

Sementara aku di sini menemani Brownie yang tengah asyik mengejar-ngejar frisbiee merah yang aku lemparkan, tak hirau dengan dingin yang mulai terasa menusuk tulang.

Biasanya ada kamu disini, Na.

Kita akan ikut berlarian dan tertawa menyaksikan Brownie bermain, bagaimanapun dinginnya angin musim gugur ini. Tapi aku coba mengerti, ada yang tengah mengganggu pikiranmu sehingga sesaat kamu hanya ingin sendiri. Meski aku susah mengerti, apa yang membuat binar mata hazelmu meredup, dan senyum di bibir merahmu hilang entah kemana.

Seiring redupnya cahaya mentari, sebersit harap hadir di dada. Semoga esok kala mentari kembali menyinari tepian pantai ini, aku bisa kembali mendengar celoteh riangmu dengan binar mata hazel dan senyuman yang merekah di bibirmu.

Namun harapku ternyata ikut sirna bersama malam. Meski mentari telah kembali menyinari pantai kita, namun sinar matamu tak kunjung berderang.

Na, aku dan Brownie kangen kamu. Sedih rasanya mendengarmu menolak ajakan kami bermain frisbiee. Bahkan Brownie pun terlihat tak seriang biasanya mengejar lemparan frisbieeku.

Na, aku sebenarnya mau curhat. Aku tak tahu harus memakai gaun apa dan berdandan bagaimana ke pesta tahunan sekolah kita. Aku ingin terlihat cantik berjalan bersama Derek ke pesta itu.

Aku butuh bantuan kamu, Na.

Dan, aku juga penasaran... siapa di antara laki-laki tampan di sekolah kita yang beruntung bisa menggandengmu ke pesta? Aku nebaknya, Steve si pewaris kerajaan bisnis keluarga Wynn. Atau... Alex si kapten baseball itu?

Kamu cantik Na, kamu tak perlu bersusah payah mencari pendamping yang akan menggandengmu ke pesta tahunan sekolah. Aku heran aja, kenapa selama ini kamu lebih memilih menjomblo?

Kembali mentari meredupkan sinarnya, sampai semburat jingga yang mewarnai langit senja hilang berganti gelapnya malam tanpa bintang. Tetap... secuil harap untukmu masih terbersit di dadaku.

Dermaga kayu tua di tepian pantai ini terasa sunyi, kamu di mana Na? Bukankah di kertas kecil itu, inilah tempat yang kamu inginkan?

"Jane...," suara Lana terdengar dari arah belakangku. Dia terlihat cantik meski hanya memakai baju kaus putih dan celana jeans biru.

Ah, kamu emang selalu cantik, Na.

"Apa kabar Na, aku kangen," tulus ungkapku padanya.

Lana hanya tersenyum kecil, tak menjawab tanyaku. Dan sejurus kemudian kembali hanya deburan ombak dan riuhnya suara camar yang terdengar.

"Jane, berjanjilah kamu tak akan ke pesta itu dengan Derek," katamu.

"Kenapa Na?" Tanyaku tak mengerti.

Mungkinkah selama ini Lana juga mencintai Derek? Inikah selama ini yang membuatmu menjauhiku dan lebih memilih berdiam diri memandangi hamparan ilalang? Inikah yang meredupkan binar hazel mata indahmu?

"Aku mencintaimu Jane," dan kamu pun berlari meninggalkan aku yang hanya bisa termangu. Diam mematung memandangi tubuhmu yang kian menjauh, mendengar deburan ombak yang menghempas pantai yang warnanya telah berubah jingga. Sementara, ada ombak lain yang terasa di dadaku... bergemuruh.

----

Rita SY

Seorang ibu rumah tangga luar biasa dengan satu putri. Karyanya antara lain adalah Love Asset dan Endless Love. Beliau berdomisili di Depok.

 

Rubrik ini bekerja sama dengan komunitas penulis perempuan Women Script & Co

[email protected]

@womenscriptco

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement