Pertanyaan :
Assalamu'alaikum wr.wb
Saya seorang karyawati di sebuah perusahaan sekuritas (perantara perdagangan saham) yang dalam bisnisnya juga menjalankan sistem pemberian dan pengenaan bunga. Pertanyaan saya apa hukumnya gaji yang saya terima? apakah haram?
Mohon jawabannya. Terimakasih
Wassalam
Syarifa Kurnia
Jawaban :
Wa'alaikumussalam wr wb
Bu Syarif yang dirahmati Allah, dalam Al-Qur'an disebutkan: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya."(QS. 2:278-279).
Ayat di atas menunjukkan bahwa sistem ekonomi islam seharusnya berdiri dalam posisi memerangi riba dan menganggap itu sebagai dosa besar yang menghilangkan keberkahan sekaligus mendatangkan bencana di dunia dan akherat. Oleh itu, kita diperintahkan untuk melawan riba sebagai satu bentuk dosa walaupun hanya sebatas kata dan laku yang tidak rela dengan kemaksiatan tersebut.
Dalam sebuah hadis disebutkan: "Rasulullah saw melaknat pemakan riba, yang memberi makan dengan hasil riba, dan dua orang yang menjadi saksinya. Dan beliau saw bersabda, mereka itu sama". (HR. Muslim). Artinya, yang diharamkan berkaitan dengan riba adalah: pemberi riba, penerima riba, saksi dan pencatat. Sekiranya diluar daripada itu seperti satpam, cleaning service dan sejenisnya maka tidak menjadi haram.
Memang, ada fatwa dari Syaikh Abdul Aziz bin Baz tentang tidak bolehnya bekerja di lembaga yang menjalankan sistem riba karena masuk dalam kategori tolong menolong dalam perbuatan dosa. (Kitabut Da'wah, Juz I, hal.142-143). Namun demikian, masalah riba ini sudah masuk ke dalam sistem ekonomi dan kegiatan keuangan kita sehingga merupakan bencana umum seperti mana hadis Nabi SAW: "Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang pada waktu itu tidak tersisa seorang pun melainkan akan makan riba; barangsiapa yang tidak memakannya maka ia terkena debunya." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Keadaan seperti ini tentu saja tidak akan berubah hanya dengan melarang seseorang bekerja di lembaga keuangan yang mempraktekkan riba. Juga tidak dapat diperbaiki secepat membalik tangan, tetapi harus bertahap sebagaimana Islam mengharamkan riba dan khamr secara bertahap. Dr. Yusuf Qardhawi berpendapat, tidak mengapa seorang muslim menerima (melakukan) pekerjaan tersebut - meskipun hatinya tidak rela - dengan harapan tata perekonomian akan mengalami perubahan menuju kondisi yang diridhoi agama dan hatinya. Hal ini tetap memperhatikan tingkat darurat pada setiap orang yang berbeda-beda. Firman Allah SWT: "…..tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. 2:173. (Fatwa-fatwa Kontemporer, juz I hal 766 - 770)
Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah bila seseorang yang bekerja di lembaga konvensional yang melakukan praktek riba tiba-tiba berhenti dan kehilangan sumber penghasilan, siapa yang akan menghidupi keluarganya? Tentu saja ini menjadi masalah baru yang harus diselesaikan. Oleh itu, sekiranya ada pekerjaan lain yang halal dan pasti, maka wajiblah dia untuk segera berhenti dan insya Allah akan dipermudah Allah SWT. Tentu saja, kaidah "akhaf dararain" yakni mengambil sikap yang resikonya paling kecil dari dua macam bahaya atau mudarat bisa kita gunakan disini.
Wassalaamualaikum wr wb
Salahuddin El Ayyubi
Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB
Kirimkan pertanyaan Anda ke: [email protected]