REPUBLIKA.CO.ID, Assalamu’alaikum wr. wb. Saya adalah seorang wirausahawan yang bergerak di bidang konstruksi dan juga agen jual-beli barang-barang bekas. Saya akan menanyakan beberapa hal yang telah menjadi kelaziman dalam praktek lelang yang saya alami. Yang pertama adalah lelang proyek-proyek yang saya ikuti.
Telah menjadi kebiasaan bahwa telah ada kesepakatan di antara beberapa kontraktor (dan terkadang dengan pemberi proyek) untuk saling berbagi pekerjaan di antara beberapa kontraktor. Karenanya, seringkali ada penawaran dari beberapa peserta lelang yang sebenarnya adalah kawan saya, dimana tujuannya adalah untuk strategi memenangkan lelang.
Yang kedua adalah ketika kami menjadi agen lelang atas berbagai barang (mobil bekas, aset-aset kantor, dan lain-lain). Dalam lelang ini kami biasanya menugaskan beberapa kolega untuk berpura-pura ikut menawar barang agar harga menjadi lebih baik. Cara ini akan bisa sedikit mengontrol harga sehingga mendapat keuntungan yang lebih baik.
Mohon penjelasan apakah strategi saya ini diperbolehkan dalam agama? Apakah hal seperti ini sama dengan menipu pembeli? Atas jawabannya diucapkan terima kasih. //Wassalamu’alaikum wr wb.//
Sumarjono, Condong Catur Yogyakarta
JAWABAN
Bapak Sumarjono yang terhormat, terima kasih atas pertanyaannya. Kami selalu gembira dengan atensi masyarakat yang semakin meningkat terhadap masalah ekonomi syariah. Hal ini menunjukkan meningkatnya kesadaran akan pentingnya rezeki yang halal.
Permasalahan yang saudari hadapi ini mungkin banyak dialami oleh masyarakat kita. Hal pertama yang perlu diketahui adalah bahwa kita hanya diperintahkan oleh Allah untuk mengkonsumsi barang/jasa yang //halalan toyyiban// dan dilarang mencari rezeki dengan cara yang salah (bathil), sebagaimana dalam Alquran surat An-Nisa: 29, Al-Baqarah: 168; 172, Al-Maidah: 88, dan Al-Mukminun: 51.
Hal kedua, dalam muamalah pada dasarnya segala adalah dibolehkan kecuali melanggar larangan syariah. Nah, sesuatu dilarang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) haram zatnya, (2) haram prosesnya, (3) cacat akadnya. Masalah yang anda tanyakan menurut kami berkait dengan cara penjualan yang mungkin kurang elok, kurang jujur, kurang terbuka sehingga bisa dilarang (haram).
Apa yang saudari lakukan termasuk dalam apa yang disebut jual beli najasy, yaitu menambah harga pada suatu barang, namun sesungguhnya ia tidak membutuhkan barang tersebut dan tidak ingin membelinya. Dalam prakteknya hal ini bisa dilakukan dengan menyuruh teman untuk berpura-pura membeli, menawar, atau memberi informasi palsu tentang suatu produk sehingga calon pembeli yang sesungguhnya akan terdorong untuk membeli.
Ini adalah sebuah rekayasa atas permintaan palsu (false demand). Rasulullah telah melarang jual beli najasy ini (HR Bukhari). Ibnu Qudamah menganggap jual beli seperti ini termasuk penipuan yang haram hukumnya. Bahkan Imam Bukhari mengatakan , “orang yang berjual dengan najasy adalah pemakan harta riba dan pengkhianat”.
Ada banyak bentuk modern dari najasy ini, misalnya yang sering terjadi dalam pelelangan (misal di bursa saham, sering disebut menggoreng saham, penawaran barang seperti yang anda lakukan, atau lainnya), di mana terdapat penawar-penawar palsu yang sebenarnya adalah teman penjual.
Tujuannya adalah agar harga terkerek naik di atas wajar sehingga mendapatkan keuntungan tinggi. Dengan ada kawan-kawan anda yang berpura-pura ikut menawar maka penawar atau calon pembeli yang sesungguhnya akan terpengaruh sehingga harga akan bergerak sesuai dengan yang diharapkan. Jadi, sederhananya, taktik ini adalah untuk menggiring pembeli/penawar yang asli menuju harga yang diinginkan.
Kawan-kawan anda yang membantu najasy juga termasuk dalam tolong-menolong melakukan perbuatan dosa dan maksiat yang dilarang Allah. “Tolong menolonglah dalam kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya”(Al Maidah: 2). Najasy termasuk dalam penipuan karena menciptakan kompetisi palsu. Wallahu ‘alam.