Diasuh oleh Prof Amin Suma
Dewan Syariah Dompet Dhuafa
Assalamualaikum wr wb.
Apakah ketika membayar zakat fitrah atau zakat lainnya ada kaidah tertentu seperti ada ijab kabul dan jabatan tangan?
Syofrion-Balikpapan
Waalaikumussalam wr wb.
Pada dasarnya dan dalam kenyataannya, zakat mal maupun zakat fitrah dikategorikan ke dalam bentuk ibadah (bukan muamalah). Karenanya, secara hukum formal tidak diharuskan ada serah terima atau ijab kabul seperti yang Anda katakan.
Apalagi untuk sampai ada keharusan untuk melakukannya dengan cara-cara berjabat tangan. Muzaki atau pembayar zakat wajib niat untuk mengeluarkan zakat, itu ya, sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW. "Bahwasanya amal perbuatan itu bergantung pada niatnya.”
Namun, tidak sampai harus mengekspresikannya dalam bentuk ijab kabul layaknya orang berjual beli atau bermuamalah yang lain-lainnya. Hanya saja, pengeluaran zakat oleh muzaki umumnya dilakukan melalui perantaraan amilin (panitia/lembaga) zakat atau bahkan dengan cara yang bersifat langsung sekalipun kepada para mustahik, maka itu tak ada masalah.
Tidak salah jika pada saat Anda atau siapa pun menyerahkan dana/harta zakat itu menyatakan atau dinyatakan secara jelas dan tegas bahwa barang, hewan, atau terutama uang yang diserahkan itu adalah barang, hewan, dan/atau uang zakat. Dengan cara seperti itu, maka selain dapat memperjelas status dana/barang zakat yang diserahkan, juga akan mempermudah amilin dalam pengelolaan maupun pendayagunaan selanjutnya.
Jika kemudian Anda iringi dengan berjabat tangan dengan amilin atau dengan mustahik yang menerima dana zakat, itu insya Allah tidak menjadi masalah. Maksudnya, jabat tangan pascamenyerahkan zakat itu tidak ada keharusan namun juga tidak ada larangan. Maknanya, boleh (mubah) dilakukan tetapi tidaklah salah kalau tidak melalukannya.
Selain berjabat tangan dalam menyerahterimakan dana zakat itu bersifat tradisi baik semata-mata, juga boleh jadi melahirkan suasana kebatinan yang lebih harmoni, berbahagia, dan lebih indah suasana kebatinannya antara muzaki di satu sisi dengan amilin dan/atau mustahikin di pihak lain.
Anjuran agar si penerima dana zakat (amilin) dan/atau terutama mustahik supaya mendoakan muzaki tercantum dalam Alquran (al-Taubat (9): 103), ini mengisyaratkan jalinan tali kerahiman antara muzaki, amilin, dan mustahik. Di sini pula terletak arti penting dari ketenteraman (kepuasan batin) semua pihak sebagaimana dilansir Alquran.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, (sebab) dengan zakat itu kamu membersihkan mereka dan menyucikan mereka; dan mendoalah untuk mereka (para muzaki), karena sesungguhnya doa kamu itu (akan menjadikan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah itu (sejatinya) Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Taubah (9): 103).