Dalam perjalanannya sebagai sebuah republik, negeri ini sudah memiliki enam presiden. Sistem demokrasi yang dipilih untuk menjalankan negara membuat posisi presiden atas pemimpin tertinggi di Indonesia. Sebentar lagi, tampuk kepemimpinan tertinggi tersebut akan beralih. Presiden ketujuh Indonesia siap memikul beban berat lima tahun mendatang.
Dalam Alquran surah an-Nisa’ ayat 59, Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk taat kepada Allah SWT, Rasul, dan ulil amri. Pertanyaannya apakah presiden RI termasuk kategori ulil amri yang harus ditaati?
Forum Konferensi Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) di Cipanas tahun 1954 pernah membahas hal tersebut. Apakah presiden RI saat itu, Ir Sukarno, dan alat-alat negara bisa disebut waliyul amri dharuri bisy syaukah (penguasa pemerintahan secara darurat sebab kekuasaannya).
Seperti termaktub dalam ahkamul fuqaha keputusan alim ulama NU tersebut sah dan berlaku. Dasar pengambilan fatwa tersebut merupakan pendapat Imam Ghazali. Penulis kitab Ihya ulumuddin itu berpendapat bahwa keberadaan syarat-syarat yang selayaknya ada pada seorang pemimpin pada era sekarang sangat sulit terpenuhi secara sempurna. Iti disebabkan saat ini jarang sekali didapati seorang mujtahid mandiri.
Dengan demikian, Imam Ghazali memaparkan, boleh melaksanakan semua keputusan yang ditetapkan oleh penguasa meskipun ia bodoh dan fasik agar kepentingan umat Islam tidak disia-siakan. Imam Rafi’i menguatkan jika pendapat Imam Ghazali termasuk yang paling bisa diterima.
Jika pada era Imam Ghazali saja sangat sulit didapati kriteria pemimpin yang memenuhi syarat, terlebih pada era saat ini. Ulama-ulama sekaliber Imam Ghazali bisa dikatakan tidak ada.
Pengertian dan tafsir tentang ulil amri juga hangat di kalangan ulama. Mengutip pendapat Imam Mawardi, ada empat tafsir tentang ulil amri. Pertama, ulil amri adalah pemimpin sebuah teritori atau urusan. Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Abbas dan Abu Hurairah.
Pendapat kedua, aulil amri dalah para ulama. Pendapat ini dikeluarkan oleh Atha dan Jabir bin Abdullah. Tafsir ketiga, ulil amri dinisbatkan khusus kepada sahabat-sahabat Rasulullah. Keempat adalah Ikrimah yang menyempitkan ulil amri khusus hanya kepada dua khalifah pertama, Abu Bakar dan Umar Ibnul Khattab.
Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof Ahmad Satori Ismail mengatakan bahwa presiden RI bisa disebut sebagai ulil amri. Bahkan, seorang kepala desa juga bisa disebut ulil amri. Ulil amri berasal dari kata ula (pemilik) dan amr (urusan). Jadi, orang-orang yang memiliki wewenang dalam sebuah urusan pemerintahan bisa disebut ulil amri. Secara nama pemimpin dari level kepala desa hingga presiden bisa disebut ulil amri. Namun, secara ketaatan ada beberapa kaidah khusus.
Satori Ismail menjelaskan dalam ayat 59 surah an-Nisa’ ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya tidak disejajarkan dengan ulil amri. Ketaatan kepada Allah dan Rasul bersifat mutlak, lain halnya kepada ulil amri. "Karena, tidak ada kata atti’u di depan ulil amri," ujarnya.
Seorang ulil amri wajib ditaati sepanjang ulil amri tersebut juga menaati Allah dan Rasul. Artinya, kebijakan yang dikeluarkannya tidak bertentangan dengan syariat. Jika perintahnya mengajak pada kemaksiatan maka gugurlah ketaatan terhadap ajakan tersebut. Hal ini dikuatkan dengan hadis Riwayat Bukhari Muslim. "Tidak ada ketaatan kepada seorang makhluk yang mengajak kepada kemaksiatan."
Satori melanjutkan bahwa dimensi ketaatan terhadap ulil amri ada dua aspek. Pertama, ketaatan terhadap kebijakan yang dikeluarkannya. Sepanjang aturan tersebut tidak menabrak aturan Allah maka ulil amri harus ditaati. Kedua, aspek ketaatan secara umum.
Rakyat atau kaum Muslimin dilarang melakukan pemberontakan selama kepentingan umat Islam diakomodasi. Meski yang dijadikan pemimpin termasuk orang yang fasik. Karena, tidak semua buah kepemimpinannya akan menghasilkan keburukan."Selama shalat tidak dilarang, masjid tidak digusur, rakyat tidak boleh melawan," katanya.
Rektor Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Dr Akhsin Sakho Muhammad berpendapat, baik presiden maupun kepala daerah bisa disebut ulil amri atau amir. Amir di sini adalah mereka yang memimpin suatu kelompok masyarakat. Ulil amri ini adalah orang yang terdiri atas kumpulan antara ulama dan umara’. Para ulama juga dimasukkan ke kategori ulil amri karena mereka mempunyai basis kekuatan masyarakat. Selain itu, orang-orang dari pemerintahan juga disebut ulil amri.
Menurut Akhsin, ketaatan kepada pemimpin selama tidak dalam hal-hal yang bertentangan dengan Islam harus ditaati. Seperti, keharusan orang untuk mempunyai sertifikat rumah, surat izin mengemudi, melunasi administrasi negara, dan lain sebagainya.
Masalah yang berkaitan dengan keduniawian, seperti peraturan lalu lintas yang mewajibkan memakai helm, mengikuti rambu-rambu yang ada, tentang KTP, dan lainnya, itu harus diikuti. Seandainya pemerintah memerintahkan penduduknya melakukan hal-hal yang dilarang agama, tentu tidak perlu diikuti. rep:hannan putra ed:hafidz muftisany