Jumat 03 Oct 2014 12:00 WIB
Halalan Thayyiban

UKM Memperjuangkan Halal

Red:

Tangan Suwito terampil menyiapkan mang kuk dan menuangkan kuah bakso untuk pelanggannya. Sesekali ia hanya berdiri di balik kasir sembari mengawasi pegawainya melayani penikmat mi bakso Mie Janda di daerah Cibinong, Kabupaten Bogor.

Mie Janda sendiri bukan mi bakso yang disajikan oleh Janda. Suwito dan kawannya yang asal Ciamis, Jawa Barat, sengaja menamakan dagangannya tersebut dengan singkatan Jawa-Sunda (Janda). Berawal sejak 2008, bersama tiga orang temannya Suwito mulai merintis bisnis kuliner. "Saya bertemu Cucu Haris seorang sarjana ekonomi, Syaiful, lulusan SMK yang jago masak, dan Ahmadun yang juga lulusan SMK dan pegawai pabrik sepakat untuk bekerja sama membuat usaha kuliner," ujar dia.

Bisnis Mie Janda sudah berkembang pesat sejak berdiri. Sudah ada lima kedai Mie Janda di daerah Bogor dan Depok. Siwito yang memiliki keahlian memasak, sengaja memaksimalkan kete rampilannya itu dibantu dua kawannya. Ia sengaja memilih mi bakso sebagai menu utama bisnis mereka karena makanan ini bisa dinikmati oleh semua kalangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Prayogi/Republika

"Segmen pasar mi bakso sangat luas sehingga kami berharap bisnis ini dapat bertahan lama," ujar dia. Awalnya, pangsa pasar mereka adalah anak-anak sekolah karena lokasi Mie Janda ini berseberangan dengan beberapa sekolah SMP dan SMA.

Semakin besar omzet bisnisnya, Suwito mulai memikirkan menjaga kualitas sajiannya. Sa lah satu nya dengan mengajukan sertifikasi halal ke Lembaga Pengawasan Pangan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). "Sebenarnya ketika usaha kami telah memberikan omzet yang lumayan besar tiap bulannya, kami telah mempersiapkan untuk mengajukan legal sebuah usaha dan juga sertifikasi halal," papar pemegang gelar sarjana agama ini.

Namun, Suwito khawatir proses pengajuan sertifikasi halal usahanya akan menelan banyak biaya. Terlebih usahanya masih berstatus usaha kecil dan menengah (UKM). Sebagai tahap awal, Suwito mengaku menggunakan bahan-bahan yang terjamin halal untuk menjaga kepercayaan konsumen. "Kami sedang mempersiapkan untuk mendapatkan sertifikasi halal, saat ini tahapannya sudah sampai membuat komitmen dengan para pemasok bahan untuk bersedia diaudit," ujar dia.

Suwito mengakui, menjalani bisnis kuliner memang tidak mudah. Pihaknya harus melalui beberapa hambatan seperti kekurangan modal dan konsumen yang terkadang cerewet soal bahan-bahan yang digunakan.

Sambil menunggu sertifikasi halal, Suwito memastikan bahan-bahan yang digunakannya saat ini, baik untuk makanan, minuman, dan bahan pelengkap seperti kecap dan saus selalu menggunakan produk yang telah bersertifikat halal. "Kami tidak mau membahayakan konsumen dengan menyediakan makanan yang tidak halal, apalagi yang tidak sehat,"ujar dia.

Saat ini, papar Suwito, makanan dan minuman yang disediakan Kedai Mie Janda tidak meng gunaan bahan pengawet dan penyedap rasa. Sehingga, pihaknya menjamin menu yang disediakan sehat.

Ayam yang digunakan pun berasal dari rumah pemotongan hewan (RPH) yang telah bersertifikat halal. Mereka juga melihat sendiri proses pemotongan ayam yang dijadikan salah satu bahan utama menunya.

Suwito menargetkan tahun ini lima kedainya bisa mendapatkan sertifikat halal sehingga dapat membantu meningkatkan omzet. Saat ini, omzet yang mereka hasilkan dapat mencapai Rp 300 juta per bulan dan diharapkan dapat terus meningkat tiap bulannya.

Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim mengatakan, bagi UKM dan UMKM yang ingin mengajukan sertifikasi halal tidak perlu mengkhawatirkan masalah biaya. Pasalnya, khusus sertifikasi halal bagi UMKM dapat diajukan secara gratis. Lukman menyebut pengusaha UMKM dapat meng ajukan sertifikasi halal gratis dengan persyaratan tertentu. Mereka dapat menghubungi Dinas UM KM daerah setempat agar dapat memenuhi persyaratan sebagai penerima sertifikasi halal gratis.

Pengenaan biaya sertifikasi hanya dikenakan untuk perusahaan besar. "Bagi pengusaha besar, apalagi memiliki anak perusahaan, memang membutuhkan biaya bagi auditor. Biasanya untuk biaya perjalanan mereka karena jarak yang cukup jauh dari kantor dan pabrik yang di audit,"ujar dia. Apalagi, biasanya perusahaan yang memproduksi makanan tidak hanya memiliki satu pabrik saja. Auditor juga tak hanya mengaudit produk yang dihasilkan, tetapi juga bahan-bahan yang di- gunakan dan perusaaan yang menghasilkan bahan-bahan tersebut. rep:ratna ajeng tejomukti ed: hafidz muftisany

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement