JAKARTA -- Pendistribusian buku Kurikulum 2013 belum seluruhnya tiba di sekolah-sekolah. Namun, distribusi buku tetap berjalan dan proses belajar mengajar dengan Kurikulum 2013 tidak akan berhenti. Keterlambatan buku Kurikulum 2013 membuat beberapa daerah kembali memakai buku ajar lama yang menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) .
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, mengatakan, persoalan buku yang telat tak bisa menjadi alasan buku kurikulum lama dipakai kembali. Nuh mengatakan, seluruh guru yang telah mengikuti pelatihan, semuanya sudah memiliki buku Kurikulum 2013. ''Apalagi, mereka juga bisa men-download lewat laman Kemendikbud, jadi tak ada alasan guru memakai buku kurikulum lama,'' ujarnya, Kamis (14/8).
Selain diberi buku, Nuh mengatakan, guru juga mendapat CD Kurikulum 2013. Itu bisa digunakan untuk mengajar. Distribusi buku Kurikulum 2013, menurutnya, akan terus dilakukan tanpa berhenti.
Saat ini, tercatat sudah ada 985 ribu orang yang mengunduh buku Kurikulum 2013. Buku yang terbanyak diunduh adalah buku bahasa Inggris. Pengunduh terbanyak berasal dari wilayah Jawa. Menurut Nuh, pengunduh buku tersebut juga berganti-ganti, bukan orang yang sama.
Bahkan orang tua murid, Nuh mengatakan, juga bisa mengunduh buku pelajaran Kurikulum 2013 dari laman Kemendikbud. Materi buku tersebut sudah dalam format PDF untuk semua tingkat kelas.
Kemendikbud, menurutnya, sudah menggunakan koneksi internet yang besar. Ibarat menyiapkan jalan tol, jika banyak yang mengakses materi Kurikulum 2013, koneksi internet tidak akan down.
Nuh mengatakan, ada pihak yang yang tidak suka dengan Kurikulum 2013. Pihak yang tak suka itu bahkan pernah mencoba meretas laman Kemendikbud yang berisi buku Kurikulum 2013. ''Sudah ada orang-orang yang berusaha meng-hack Kurikulum 2013, bahkan sampai ratusan kali,'' ujar Nuh.
Terbebani
Belum seluruhnya buku ajar kurikulum baru tiba, membuat guru yang sudah mengunduh buku Kurikulum 2013 kemudian memfotokopi dan dibagikan kepada muridnya. Namun, biaya fotokopi dibebankan kepada siswa. Hal itu menimbulkan protes dari sejumlah orang tua murid karena merasa terbebani.
Sekjen Komnas Pendidikan Andreas Tambah mengatakan, buku secara fisik belum ada, tapi pendidikan harus terus berjalan. Akibatnya, para guru dan orang tua murid yang akhirnya harus menanggung beban memfotokopi buku itu. Menurut Andreas, hal ini sama saja buku ditanggung orang tua siswa dan guru, padahal seharusnya gratis.
Ia mengatakan, kondisi ini mengakibatkan terjadinya pemborosan, padahal sudah ada dana BOS untuk buku. Namun, gara-gara percetakan dan pemerintah yang tak siap, akhirnya beban untuk pengadaan materi bahan ajar kembali ditanggung orang tua.
Tidak semua sekolah memang yang membebankan kepada orang tua untuk menggandakan materi yang sudah diunduh. Salah satu SD negeri di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan, telah memfotokopi dua tema materi ajar untuk siswanya. Sekolah ini sampai harus mengeluarkan uang hingga Rp 3 juta untuk menggandakan materi ajar tersebut dan dibagikan ke seluruh siswanya.
Sebenarnya, Andreas mengatakan, sekolah-sekolah di Jakarta sudah memesan buku secara online yang dilakukan secara kolektif melalui Kasudin Pendidikan. Buku tersebut dijanjikan pada 1 Juli sudah datang. Namun faktanya, buku tersebut belum datang juga.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan SMA Kemendikbud Haris Iskandar menyatakan, memang ada sekolah yang belum menerima buku. Keterlambatan terjadi karena kepala sekolah dan dinas pendidikan setempat tidak aktif mengoordinasi pemesanan buku. rep:dyah ratna meta novia ed: andi nur aminah