DEPOK -- Masalah penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Kota Depok yang membuka jalur optimalisasi PPDB di Depok berbuntut panjang. Sejumlah sekolah swasta yang tergabung dalam Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Depok sepakat akan menempuh jalur hukum dan mengadukan persoalan ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Ketua BMPS Kota Depok Kemo Santosa mengaku tidak pernah menginginkan melaporkan Wali Kota Depok dan Dinas Pendidikan Kota Depok ke PTUN. Namun, upaya audiensi yang telah dilakukan beberapa waktu lalu menemui jalan buntu. ''Sekitar dua minggu lalu, kami sudah datang dan menunggu hingga satu jam. Tapi tidak ada seorang pun yang mau menerima,'' ujar Kemo kepada Republika, Kamis (28/8).
Akhirnya, ia dan rekan memutuskan untuk menempuh jalur hukum. Kemo mengaku sudah menandatangani surat kuasa dan menunjuk pengacara. Kemungkinan minggu depan, laporan sudah dimasukkan ke PTUN.
Foto:Raisan Al Farisi/Republika
Proses Kegiatan Belajar Mengajar kelas X MIA I di SMAN 10 Depok, Jawa Barat, Jumat (29/8).
Jalur optimalisasi telah membuat sejumlah besar sekolah swasta kekurangan siswa. Akibatnya, yayasan sekolah swasta mengalami kerugian. Hal ini diakibatkan kebijakan Dinas Pendidikan Kota Depok yang membuka empat sekolah baru dan menambah kelas sekolah lama melebihi kapasitas yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "Kami tidak menentang pendirian sekolah baru, kalau sarana dan prasarana sekolah itu sudah siap," ujar dia.
Kemo juga mengatakan, telah memiliki bukti berupa kuitansi pembayaran untuk memuluskan penerimaan 'siswa titipan' melalui jalur optimalisasi. Pelanggaran Dinas Pendidikan Kota Depok lainnya, berupa penambahan jumlah kelas melebihi sembilan kelas dalam satu sekolah. Dan jumlah siswa dalam satu kelas yang lebih dari 40 orang.
Ia mencontohkan, SMA 11 Depok, saat ini menumpang di SD Kemiri II, Depok. Ratusan siswa SMA 11, kata dia, terpaksa harus bergantian kelas dengan SD dengan fasilitas yang tidak cukup. Selain itu, kata dia, pada Juni hingga Agustus, siswa SMA 10 Depok harus belajar sambil lesehan tanpa kursi dan meja.
Contoh lain, SMA Negeri 3 Depok kini memiliki kelas hingga 13 ruang kelas. Saking banyaknya kelasa yang dibuka, kata Kemo, ruang kelas, laboratorium, dan perpustakaan SMA 3 digunakan sebagai ruang belajar-mengajar. "Mungkin kantinnya juga dipakai nanti," ujarnya.
Menurut dia, kasus PPBD ini tidak hanya merugikan sekolah swasta, namun mencederai dunia pendidikan, khususnya Kota Depok. rep:c60 ed: andi nur aminah