JAKARTA — Wacana pemisahan sejumlah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud dengan Kemenristek dinilai perlu pertimbangan matang. Sebab, pemisahan kelembagaan tersebut dinilai tidak akan membawa dampak yang signifikan.
"Pemisahan kelembagaan itu tidak akan membawa perubahan signifikan terhadap relasi antara perguruan tinggi dan industri karena masing-masing akan berjalan menurut iramanya sendiri," kata pengamat pendidikan Darmaningtyas, Selasa (9/9).
Menurutnya, industri negara Indonesia pada umumnya dibangun oleh keluarga. Sehingga, pengembangannya tidak didasarkan pada hasil penelitian dan pengembangan dari perguruan tinggi atau riset dan teknologi (ristek).
Menurutnya, apa yang terjadi pada ristek bukanlah persoalan kelembagaan, melainkan persoalan politik. Yakni, sejauh mana pimpinan tertinggi dalam hal ini presiden dan industriawan berkomitmen untuk menyinergikan ristek dan industri guna mencapai kesejahteraan bersama.
Darmaningtyas menilai tidak ada jaminan bahwa penggabungan tersebut secara otomatis akan menjadikan hasil-hasil riset perguruan tinggi diimplementasikan oleh industri. Kecuali, industri membuat nota kesepahaman dengan perguruan tinggi yang bersangkutan.
Di sisi lain, Darmaningtyas mengkhawatirkan dengan penggabungan tersebut akan terjadi pendangkalan dan pragmatisme perguruan tinggi. Sebab, universitas didirikan bukan sekadar untuk memasok tenaga kerja industri.
Tapi yang utama justru untuk mencari kebenaran, keadilan, dan kebebasan. Dasar pendirian universitas, ia mengungkapkan, yakni veritas (kebenaran), justitia (keadilan), dan libertas (kebebasan).
Sehingga kehadiran suatu perguruan tinggi semestinya bukan sekadar mencapai tujuan pragmatis saja, yakni menyediakan tenaga kerja terampil bagi sektor industri, tapi menjadi kontrol sosial dalam masyarakat.
"Bila Dikti digabung jadi satu dengan ristek dan industri, dikhawatirkan akan terjadi pendangkalan dan pragmatisme, yaitu perguruan tinggi sekadar untuk menopang industri saja, sedangkan perannya mencari kebenaran, menegakkan keadilan, dan kebebasan justru hilang," ujarnya memaparkan.
Sebelumnya, Forum Rektor Indonesia (FRI) memunculkan ide pendirian kementerian baru, yakni Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Inovasi. Semdangkan, kubu Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres 2014 juga memunculkan wacana penggabungan Dirjen Dikti dengan Kemenristek.
"Intinya perguruan tinggi harus bersama-sama dengan riset untuk pengembangkan teknologi kita," kata Jusuf Kalla (JK), wakil presiden terpilih, di Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta, pekan lalu.
Hal senada juga sempat diungkapkan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta. Menurutnya, penggabungan dua kementerian ini akan mengefektifkan aplikasi ilmu pendidikan di bidang riset dan teknologi.
"Nggak ada masalah, yang penting itu pengefektifan dana. Itu kan supaya lebih tersatukan saja hasilnya. Selama ini kan masih terpisah-pisah," ujar Gusti.
Wacana pengerucutan kementerian pada kabinet mendatang, seperti penggabungan Kemendikbud dan Kemenristek mulai mendapat tanggapan.
Sementara itu, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti lebih setuju jika Dikti yang digabungkan dengan Kemenristek. Menurutnya, tujuan dari kedua lembaga tersebut sejalan, yaitu mendekatkan penciptaan lapangan kerja.
"Saya kira kalau digabung, artinya riset dan teknologi dan Dikti itu mendekatkan dengan penciptaan lapangan kerja. Sekarang ini kan riset jalan sendiri, pendidikan jalan sendiri. Nah, kalau digabung, otomatis nanti akan bisa langsung difokuskan," katanya, pekan lalu.
rep:c87 ed: muhammad hafil