SURABAYA — Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim menegaskan, sebuah lembaga riset tidak dapat bekerja dalam siklus satu pemerintahan. Tetapi, bekerja untuk sebuah negara.
"Pasti lebih dari lima tahun, tidak bisa lembaga riset dibubarkan lalu dibangun yang baru. Yang perlu dilakukan satu pemerintahan adalah komitmen untuk terus menguatkan lembaga riset yang ada," kata Lukman saat membuka Pekan Inovasi Teknologi di Surabaya, Kamis (24/9).
Menurutnya, banyak mengecam kematangan dari suatu hasil riset, namun kenyataannya memang teknologi itu tidak bisa diprediksi. Untuk mendapat satu varietas padi baru membutuhkan waktu delapan tahun dan itu standar untuk mencapai kualitas baik. "Kalau tidak dijalankan, dapat berbahaya juga untuk masyarakat," katanya.
Peneliti, lanjutnya, memang terkadang melakukan kesalahan, namun ada mekanisme pada seorang peneliti untuk memperbaiki langsung apa yang telah dihasilkannya. Peneliti itu terkadang juga ada yang sombong, dia meneliti sesuatu, yang lain mau mengerti atau tidak ya terserah. "Tapi, ya biarkan saja peneliti berkreasi, siapa yang menduga 20 tahun lagi hasil riset itu yang menentukan masa depan," ujar Lukman.
Bagi negara berkembang, menurut dia, memang penting pimpinannya mengingatkan misi penelitian dan pengembangan bangsa untuk rakyatnya. Kepala negara di negara-negara maju pun menjadi komando dari riset dan tidak ada kepala negara besar yang tidak tertarik pengembangan riset untuk menciptakan teknologi canggih.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa terkadang kreativitas seorang peneliti tidak berdimensi tahun depan, tetapi berdimensi masa depan.
Sebelumnya, presiden terpilih Joko Widodo menyebutkan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ristek akan menjadi satu. Alasannya karena dengan menggabungkan pendidikan tinggi dengan ristek diharapkan riset dan penelitian terkait dengan teknologi, riset sosial, pertanian, dan yang berkaitan dengan maritim, bisa diaplikasikan oleh masyarakat.
Joko Widodo menilai penelitian yang ada saat ini tidak terakomodasi dengan baik sehingga manfaat hasil penelitian tidak dapat dirasakan masyarakat. Anggaran berceceran di mana-mana sedangkan hasilnya tidak tampak. Joko Widodo menargetkan dalam tiga tahun masa pemerintahannya nanti dapat mencapai swasembada beras dan gula.
Anggaran
Pada kesempatan itu, Lukman menegaskan peningkatan anggaran riset minimal menjadi satu persen dari produk domestik bruto (PDB) mutlak dilakukan untuk kemajuan bangsa.
"Mutlak, peningkatan anggaran. Kami para peneliti mengikrarkan angka satu persen dari PDB, itu cita-cita lama peneliti sejak 1969 dan sudah dipesankan oleh UNESCO," katanya.
Menurutnya, membangkitkan kesadaran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menjadi modal dasar untuk maju. Sebagai patokan, kondisi Indonesia dari berbagai aspek setara dengan Korea Selatan pada era 1960-an, namun dengan tingginya kegiatan riset membuat mereka cepat berkembang.
Karena itu, kalangan peneliti mengumandangkan kembali anggaran satu persen dari PDB untuk penelitian. "Anggaran riset saat ini Rp 10,4 triliun dari total APBN sekitar Rp 2.000 triliun yang dimiliki. Seharusnya, dana riset satu persen dari PDB atau sekitar Rp 80 triliun," ujar dia.
Dengan besar anggaran riset yang sekarang, menurut dia, para peneliti hanya mampu mengerjakan sepersepuluh dari yang seharusnya dapat dilakukan jika anggaran riset ditetapkan satu persen dari PDB. antara ed: muhammad hafil