DENPASAR — Keterlibatan prajurit TNI mengajar di sekolah daerah perbatasan diharapkan mendorong peningkatan angka partisipasi kasar (APK). Selain itu, keberadaan prajurit juga berperan untuk mengisi kekosongan guru di kawasan tersebut.
"Semoga anak-anak usia sekolah yang mendapat layanan pendidikan sehingga APK sekolah dasar akan mencapai 100 persen," kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Musliar Kasim usai membuka kegiatan Bimtek Kurikulum 2013 bagi Prajurit TNI di Denpasar, Selasa (30/9).
Foto:Oky Lukmansyah/ANTARA
Prajurit TNI AL bersama pelajar menanam pohon cemara.
Menurut Musliar, pihaknya sudah melaksanakan sejumlah program untuk memperluas akses layanan pendidikan hingga ke pelosok negeri. Antara lain, melalui pelaksanaan program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T) yang sudah dilaksanakan sejak tiga tahun terakhir.
Selanjutnya, Kemendikbud bekerja sama dengan TNI menyelenggarakan bimbingan teknis Kurikulum 2013 bagi 2.000 prajurit yang diperbantukan di sekolah-sekolah daerah khusus. Pihaknya menyadari, jumlah sarjana yang terlibat dalam program SM3T jumlahnya masih terbatas.
Di samping juga tidak semua peserta SM3T dan guru-guru bertugas mampu menjangkau hingga menyeberangi lautan luas dan tantangan alam lainnya. "Kalau prajurit TNI sudah teruji," kata Musliar.
Karena itu, Kemendikbud menguatkan kerja sama dengan TNI untuk mengisi kekosongan guru di sekolah-sekolah yang letaknya jauh berbatasan dengan negara lain. Program ini juga diharapkan meningkatkan layanan dan akses pendidikan akan berdampak pada mutu lulusan di Tanah Air.
"Kalau di negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, kebanyakan lulusan pada jenjang minimal SMA. Sementara di Indonesia, rata-rata lulusan SMP," ujarnya.
Untuk itu, pemerintah akan meningkatkan wajib belajar (wajar) menjadi 12 tahun. "Atau, setara lulusan SMA/SMK agar lulusan Indonesia mampu bersaing dengan negara lain," katanya.
Program bimbingan teknis Kurikulum 2013 bagi prajurit yang diperbantukan di sekolah-sekolah di daerah khusus melibatkan 2.000 prajurit dari tiga wilayah komando daerah militer (Kodam). Yakni, di wilayah barat, tengah, dan timur.
Sejak September 2011, Kemendikbud dan TNI telah sepakat bekerja sama untuk mengembangkan pendidikan di wilayah perbatasan Indonesia. Kesepakatan tersebut tertuang dalam sebuah nota kesepahaman yang ditandatangani Mendiknas Mohammad Nuh (sekarang Mendikbud) dan Panglima TNI saat itu, Agus Suhartono.
Tahun 2014 Mendikbud dan Panglima TNI Moeldoko sepakat untuk memperkuat kerja sama tersebut dengan meningkatkan sinergitas sumber daya antara Kemdikbud dan TNI. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan layanan pendidikan secara optimal di daerah perbatasan.
"Kita ingin melakukan sinergitas sumber daya antara TNI dan Kemendikbud, khususnya dalam memberikan layanan pendidikan. Mulai dari PAUD, pendidikan dasar, sampai pendidikan menengah. Kalau perguruan tinggi, relatif adanya di perkotaan," ujarnya beberapa waktu lalu.
Bentuk sinergitas sumber daya tersebut, antara lain, melalui pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) dan fasilitas perbengkelan yang dimiliki TNI di setiap daerah perbatasan. Untuk pemanfaatan SDM, para anggota TNI akan menjadi tenaga pengajar di sekolah-sekolah yang ada di daerah perbatasan. "Dalam waktu dekat kami mempersiapkan untuk memberikan pelatihan kepada anggota TNI yang ada di pelosok-pelosok, yaitu pelatihan mengajar," kata Nuh.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko juga mengatakan, para anggota TNI sebenarnya sudah biasa melatih atau mengajar karena mereka telah dibekali cara memberikan instruksi. Hanya perbedaannya terletak pada konten pengajaran atau pelatihan yang nantinya akan diberikan oleh Kemendikbud saat pelatihan. antara ed: muhammad hafil