Rabu 13 Jan 2016 15:00 WIB

Nomor Induk Dosen Khusus Diluncurkan

Red:

JAKARTA - Sebanyak 240-an perguruan tinggi (PT) sempat berada dalam masa pembinaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Untuk masalah rasio dosen yang tak seimbang, Kemenristekdikti mengupayakan sebuah terobosan dengan membuat kebijakan nomor induk dosen khusus (NIDK).

"Ini sebagai terobosan untuk mengatasi rasio dosen yang tidak seimbang," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya, Iptek, dan Pendidikan Tinggi Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti saat peluncuran NIDK, di Jakarta, Selasa (12/1).

Berdasarkan data Dikti, kebanyakan PT memiliki rasio yang melebihi batas ideal, yakni 1:80 hingga mencapai 1:100. Batasan idealnya adalah 1:30 untuk program studi ilmu pengetahuan alam (IPA). Sedangkan, untuk rasio dosen dan mahasiswa program studi ilmu pengetahuan Alam (IPA) adalah 1:45.

Pria yang biasa disapa Ghufron ini menerangkan, jumlah tenaga dosen di Indonesia memang masih masuk dalam kategori terbatas. Hal itu karena pelaksana proses rekrutmen hanya menjangkau kalangan tertentu yang dimulai dari jabatan paling rendah atau single entry. Cara tersebut kurang menjaring banyak kandidat untuk menjadi dosen.

NIDK ini, kata Ghufron, menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki sistem tersebut. Dengan kata lain, pemerintah mulai menetapkan sistem multientry yang dapat merekrut dosen dari kalangan lebih luas yang berasal dari berbagai jabatan. Misalnya, Ghufron melanjutkan, mereka yang sudah bertitel profesor, peneliti, praktisi, dan perekayasa.

Menurut Ghufron, NIDK ini akan diberikan kepada dosen yang diangkat PT berdasarkan penjanjian kerja yang telah memenuhi persyaratan. NIDK ini sendiri berlaku hingga dosen tersebut berusia 79 tahun. Penetapan batasan usia ini juga berdasarkan rekomendasi World Health Organization (WHO) ihwal klasifikasi usia berbasis harapan hidup.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, kebijakan ini tidak hanya untuk meningkatkan rasio dosen. "Ini juga diharapkan bisa meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) ke PT," ujar Nasir, Selasa (12/1). Namun, hal yang terpenting, dia menegaskan, jumlah NIDK ini tidak boleh melebihi dosen yang memiliki nomor induk dosen nasional (NIDN).

Melalui NIDK ini, para ahli semisal yang berasal dari lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) bisa memberikan ilmunya ke PT-PT yang membutuhkan. "Misalnya orang-orang Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan sebagainya," ungkap Naisr.

Mengenai persyaratan khusus untuk mendapat NIDK, para dosen harus memperoleh surat izin dari pimpinan instansi induknya, seperti menteri atau kepala lembaga. Mereka juga harus memiliki surat keterangan mengajar dan jadwal mengajar minimal satu semester dalam satu tahun sebanyak empat sistem kredit semester/SKS. Surat-surat ini harus disahkan oleh pimpinan PT.

Perguruan-perguruan tinggi di Indonesia menyambut baik kebijakan NIDK. Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Edy Suandi Hamid menilai kebijakan Kemenristekdikti sangat baik dan realistis. "Kebijakan ini sangat membantu perguruan tinggi (PT)," kata Edy kepada Republika, Selasa (12/1).

Menurut Edy, peluang memperoleh dosen tetap maupun dosen dengan perjanjian kerja ber-NIDK menjadi lebih luas. Dengan adanya NIDK, Edy menilai PT bisa memanfaatkan para pegawai yang ingin mengajar. Mantan rektor UII ini juga berpendapat, pihak PT mempunyai kesempatan sepanjang mendapat izin dari atasan. Sehingga, dia menambahkan, mereka bisa berkarier dan berbagi ilmu di PT.

Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) pusat Thomas Suyatno juga mendukung kebijakan ini. Menurut dia, ini merupakan terobosan terbaru sepanjang sejarah dunia pendidikan di Indonesia. "Kita menyambut dengan senang hati keputusan pemerintah ini," ungkap Thomas. n ed: andri saubani

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement