JAKARTA – Pebankan Tanah Air dihadapkan pada kondisi likuiditas ketat. Hal ini membuat bank-bank terpaksa harus menggenjot perolehan dana pihak ketiga (DPK) dan meningkatkan permodalan.
Saat ini, rasio DPK terhadap kredit (LDR) telah mengetat. LDR bank umum per Maret tercatat sebesar 91,17 persen. Sehingga, bank-bank berusaha mengompensasinya dengan meningkatkan DPK. Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), misalnya, mengantisipasi adanya pertumbuhan kredit yang lebih cepat dari pada DPK.
"Kami harus selalu sadar akan ancaman itu dan tentunya perlu diantisipasi dan perlu dijaga," ujar Wakil Direktur Utama BTPN Ongky Wanadjati Dana, Kamis (12/6). Dalam mengantisipasi hal tersebut, BTPN akan membangun infrastuktur yang lebih baik agar lebih banyak memperoleh DPK dan dana murah.
Sementara itu, Bank Mandiri mencatatkan LDR sebesar 86 persen pada Mei, masih jauh dari batas aman yang ditetapkan BI sebesar 92 persen. Kendati demikian, bank berpita emas tersebut mengakui persaingan merebut dana masyarakat masih ketat.
Direktur Keuangan Bank Mandiri Pahala Mansury mengatakan, pihaknya menargetkan pertumbuhan DPK sebesar 16 persen. Saat ini, bank pemerintah tersebut hanya dapat memperoleh pertumbuhan DPK sebesar 13-14 persen. "Dari kemarin, sudah digenjot karena kondisi perbankan likuditas di sistem seperti itu makanya belum sesuai dengan apa yang kita harapkan," ujarnya.
Bank Mandiri belum ada rencana untuk menaikan bunga deposito untuk menarik DPK. Pahala optimistis likuiditas akan membaik pada triwulan IV 2014. Menurut dia, ketatnya likuiditas saat ini disebabkan banyaknya pemilik dana yang memilih untuk menunggu atau wait and see karena Indonesia tengah menghadapi pemilu.
Para pemilik dana tersebut memilih untuk menempatkan dananya di negara-negara tetangga, seperti Singapura. Perbankan berharap, pemilihan umum (pemilu) bisa segera berakhir, sehingga investor dapat memperoleh kepastian. Dengan begitu, aliran dana asing bisa kembali masuk ke Indonesia dan memperbaiki likuiditas perbankan.
Ketatnya, likuiditas juga menuntut bank-bank untuk menambah modal. Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, LDR yang tinggi adalah sesuatu yang harus diwaspadai. Masalahnya, rasio kredit terhadap produk domestik bruto (PDB) di Indonesia masih rendah. Itu berarti penyaluran kredit masih harus ditingkatkan.
"Kalau modal tak ditambah, kredit tak mungkin ditambah lagi. LDR-nya sudah tinggi sekali," ujarnya. Menurut penelitian Perbanas, permodalan adalah masalah paling mendasar di perbankan nasional. Ia memproyeksikan semua bank, baik bank BUMN, swasta, maupun daerah, perlu menginjeksi modal.
Bank juga harus memiliki perencanaan permodalan atau capital planning yang baik. Konsolidasi bank bisa menjadi cara lainnya untuk meningkatkan permodalan. Tapi, cara tersebut tidak mudah. Apalagi, bagi bank milik negara.
Sementara itu, BI mempertahankan suku bunga acuan pada level 7,5 persen. Suku bunga pinjaman dan suku bunga deposito juga dipertahankan pada 7,5 persen dan 5,75 persen. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, kebijakan tersebut konsisten dengan upaya mengarahkan inflasi menuju target sebesar 4,5 plus minus satu persen.
BI ke depannya akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan. Tirta mengatakan, masih terdapat risiko yang perlu diwaspadai ke depannya. BI juga akan mengelola utang luar negeri, khususnya korporasi untuk mewaspadai merebaknya resiko yang mungkin terjadi.
rep:satya festiani ed: fitria andayani