REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan Jepang di Indonesia berharap pemerintah Indonesia segera membenahi masalah infrastruktur. Persoalan infrastruktur membuat peluang usaha di Indonesia tidak dapat digarap secara maksimal.
Ketua Jakarta Japan Club (JJC), Masahiro Nonami mengatakan, dengan infrastruktur yang baik maka peluang usaha yang ada dapat dimaksimalkan. ''Infrastruktur yang masih terbatas membuat dari 100 peluang usaha yang ada termasuk ekspor hanya 20 persen yang bisa dimanfatkan,'' kata Nonami yang juga Presdir PT Toyota Motor Manfacturing Indonesia di Jakarta, akhir pekan lalu. ''Selain keterbatasan infrastruktur, hambatan yang masih suka muncul adalah persoalan birokrasi dan transparansi,” lanjutnya.
Selain infrastruktur dan perbaikan di birokrasi, menurut dia, yang harus menjadi perhatian adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM). Peluang Indonesia secara global sangat besar, sebab itu pemerintah perlu melakukan langkah cepat dalam kebijakan membenahi keterbatasan tersebut dalam upaya meningkatkan daya saing secara global. “Saat ini anstisipasi untuk meningkatkan daya saing global masih lamban, perlu perbaikan oleh pemerintah sesegera mungkin. Kami khawatir Indonesia bisa kehilangan momentum,” tuturnya.
Saat ini, terdapat 560 perusahaan besar Jepang di Indonesia dan sekitar 3.500 usaha pribadi beroperasi di Jakarta. Indonesia dinilai sebagai potensi bisnis yang sangat menjanjikan. Sejauh ini untuk berbisnis di Indonesia cukup kondusif, meski masih ada beberapa kekurangan.
Nonami mencontohkan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menjadi tujuan investasi Jepang di bidang otomotif. Puluhan triliun rupiah ditanamkan oleh perusahaan-perusahaan otomotif Jepang. Hal itu menjadikan Indonesia sebagai basis produksi kendaraan roda empat untuk model-model tertentu.
Selain dipasarkan di pasar dalam negeri, produk otomotif tersebut juga diekspor. ''Untuk meningkatkan ekspor mobil dibutuhkan pelabuhan yang dapat menampung unit kendaraan dalam jumlah besar. Saat ini pelabuhan untuk ekspor mobil masih perlu ditingkatkan,'' tambahnya.
Namun, menurut Nonami, dunia usaha Jepang melihat ekspektasi yang tinggi terhadap ekonomi di Indonesia. Disamping sebagai pasar, hal itu untuk mengembangkan industri yang dimulai dari meningkatkan kemampuan SDM, sumber daya alam (SDA) hingga menjadi suatu industri yang memiliki nilai tambah lebih.
''Investasi Jepang di Indonesia telah membuka peluang kerja serta peningkatan kemampuan skill. Perusahaan Jepang sangat menghormati hubungan investasi ini, bukan sekadar memanfaatkan isu buruh murah, tapi membangun SDM melalui industri,''kata Nonami.
Sedangkan, Ketua Umum Perhimpunan Persahabatan Indonesia Jepang (PPIJ), Rachmat Gobel mengatakan banyak orang melihat investasi Jepang di Indonesia hanya untuk mencari untung. Padahal masih banyak unsur yang bisa diambil untuk menambah nilai tambah bagi SDM dan menigkatkan kemampuan teknologi bagi industri nasional. ''Kelebihan dunia usaha Jepang di antaranya memiliki semangat Monozukuri, yakni proses produksi dari awal hingga menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah lebih,'' kata Rachmat yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Infrastruktur ini.
Menurutnya, nilai perdagangan Indonesia-Jepang tahun 2013 mencapai 38,8 miliar dolar AS. Jika pada tahun-tahun sebelumnya Indonesia selalu surplus, pada tahun 2013, Indonesia defisit. Impor Indonesia dari Jepang 19 miliar dolar AS, sedang ekspor 16 miliar dolar AS. Impor Jepang bernilai tinggi karena produk industri padat teknologi. Sedang ekspor Indonesia ke Jepang didominasi hasil SDA, termasuk gas.
Pada Desember 2013, Jepang setuju untuk menggandakan jumlah fasilitas barter menjadi 24 miliar dolar AS guna melindungi perekonomian Indonesia menghadapi tekanan defisit neraca perdagangan dan menopang nilai rupiah terhadap dolar AS.
Saat ini, Indonesia merupakan negara tujuan investasi terpenting ketiga bagi Jepang dalam sektor manufaktur. Kerja sama kedua negara dikuatkan oleh perjanjian barter bilateral, yakni perjanjian barter antarkedua bank sentral (bilateral swap agreement). n firkah fansuri ed: zaky al hamzah