Kamis 17 Jul 2014 13:00 WIB

Arus Modal Asing Meningkat

Red:

JAKARTA — Terkendalinya pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) pada 9 Juli 2014 memberi efek positif terhadap investor, terutama asing. Gelombang arus masuk modal asing masih terus mengalir seiring meningkatnya kepercayaan investor.

Kepala Riset Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya mengatakan, kepercayaan investor terhadap pertumbuhan perekonomian indonesia mendorong tercapainya target resisten indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada level 5.149 dalam waktu dekat. "Belum ada tekanan yang berarti dalam pergerakan IHSG," katanya, Rabu (16/7).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat derasnya dana asing yang masuk merupakan bentuk kepercayaan investor terhadap pasar modal nasional. Kepala Eksekutif Bidang Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan, arus dana asing yang masuk telah melebihi tahun lalu. Sampai 11 Juli 2014, dana asing yang masuk mencapai Rp 53,9 triliun.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Adhi Wicaksono

ISHG

"Nilai ini sangat signifikan dibandingkan tahun lalu yang transaksi jual bersih atau nett sell sebesar Rp 20 triliun," ujarnya. Baiknya respons asing terhadap pasar modal nasional perlu dijaga agar tetap positif. Tidak dapat dimungkiri, investor asing merupakan bagian dari pasar modal Indonesia.

Nurhaida menambahkan, investasi merupakan masalah kepercayaan dan ekspektasi. Jika keduanya positif, indeks saham akan bergerak naik. Kalau kondisi tidak kondusif, asing akan melepaskan kepemilikannya. Ia berharap kegiatan transaksi asing di Indonesia terus meningkat. Hal ini tentu perlu didukung oleh kondisi ekonomi dan politik yang stabil dan kondusif.

Presiden Direktur PT BNP Paribas Investment Partner Vivian Secakusuma mengatakan, pascapilpres sektor infrastruktur diyakini akan memberikan potensi kenaikan nilai investasi. Hal ini karena kedua kandidat calon presiden memiliki program perbaikan infrastruktur dan perbaikan kebijakan fiskal.

Oleh karena itu, ke depannya produk investasi yang mengandung tema infrastruktur akan berpotensi baik. Semua saham yang terkait dengan tema infrastruktur akan ikut terangkat. "Kalau kita bicara semen, itu juga terkait infrastruktur meskipun kompetisi di industri semen sendiri juga cukup tinggi," katanya.

Meskipun investasi dan modal asing masih deras masuk ke Tanah Air, pemerintahan baru tetap diharapkan melakukan reformasi struktural untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen. Ekonom Citibank Helmi Arman menjelaskan, mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran lima persen pada kurun lima tahun ke depan akan lebih sulit.

Menurutnya, lebih mudah mencapai pertumbuhan enam persen selama sepuluh tahun terakhir. Hal ini diakibatkan adanya penumpukan inefisiensi selama dekade terakhir akibat kurangnya pembangunan infrastruktur serta strategi pembangunan ekonomi yang kurang terarah.

"Masalah struktural yang sangat nyata dihadapi adalah defisit baik pada sisi fiskal maupun pada sisi neraca perdagangan barang dan jasa," ujarnya. Penurunan defisit, menurut Helmi, mungkin tidak akan secepat yang diharapkan karena pertumbuhan ekonomi global, terutama di Cina, terus melambat.

Keadaan ini menyebabkan tertekannya harga komoditas mentah yang menjadi ekspor andalan Indonesia. Untuk mengatasi defisit, tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan moneter, seperti suku bunga atau nilai tukar. Namun, disertai reformasi struktural yang bersifat jangka menengah. rep:friska yolandha  ed: fitria andayani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement