Kamis 17 Jul 2014 13:00 WIB

BRICS Saingi Bank Dunia dan IMF

Red:

Menjadi salah satu poros ekonomi dunia paling berpengaruh, negara yang tergabung dalam BRICS, yaitu Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan, berusaha menyaingi Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Kelompok negara berkembang tersebut mengumumkan pembentukan bank pembangunan baru (NDB) dan dana cadangan darurat.

Bank pembangunan baru ini didirikan dengan modal 100 miliar dolar AS dan berpusat di Shanghai Cina. Sedangkan, presiden pertamanya berasal dari India. Untuk tahap pertama, NDB memiliki modal awal 50 miliar dolar AS. Dana cadangan darurat yang diumumkan sebagai Contingency Reserve Arrangement (CRA) disiapkan senilai 100 miliar dolar AS.

Dana ini membantu negara anggota di tengah tekanan likuiditas dan memperkuat keamanan keuangan global. Bank ini meningkatkan jumlah dana pinjaman kepada negara berkembang, terutama untuk proyek infrastruktur.

Direktur Inisiatif Amerika Latin di Brookings Institution Harold Trinkunas menyatakan, NDB berhadapan dengan dominasi IMF yang mempunyai aset 300 miliar dolar AS dan Bank Dunia 490 miliar dolar AS. Keduanya, selama ini dinilai didominasi ekonomi Amerika Serikat dan mata uangnya. Bank Dunia maupun IMF juga tidak memberikan hak-hak memilih bagi negara berkembang.

Dilaporkan Fox Business, walaupun kelima negara itu membutuhkan waktu yang panjang untuk menyatukan perbedaan mereka, kelimanya memiliki pengalaman pahit dengan kedua lembaga tersebut. Khususnya, dalam menghadapi sanksi ekonomi dari kekuatan Barat. Atau, setidaknya pernah secara terpaksa mengikuti persyaratan dari IMF untuk pengetatan ekonomi.

Setelah terpuruk dengan utang pada 1990-an, Rusia tidak pernah lagi berhasrat berutang dari IMF usai melakukan pelunasan pada 2000-an. "Bagi Rusia, pendirian Bank Pembangunan BRICS ini merupakan ‘kudeta politik’," ujar Presiden Rusia Vladimir Putin, seperti dikutip The Moscow Times. Kesempatan ini mengikat perekonomian Rusia dengan negara-negara BRICS lainnya dan membantu ekonomi Rusia yang semakin terisolasi.  

Negara berkembang juga telanjur galau atas ulah Kongres AS yang menolak penambahan dana di IMF untuk membantu negara yang mengalami masalah ekonomi. Penambahan dana tersebut ditakutkan akan memberi Cina dan negara berkembang kekuatan voting yang lebih besar di IMF.

BRICS kapok dengan permainan pelonggaran kuantitatif atau Quantitative Easing (QE) oleh bank sentral AS (The Fed). Pembelian obligasi besar-besaran oleh The Fed untuk menstimulasi perekonomian A dan melakukan tapering untuk menarik kembali kapital ke AS sangat mengganggu bursa saham negara tersebut.

Pihak IMF dan Bank Dunia sepertinya tidak terlalu mempermasalahkan keberadaan bank ini. "Semua inisiatif untuk memperkuat jaringan lembaga peminjam, meningkatkan pendanaan pembangunan, dan infrastruktur sangat diterima," kata Juru Bicara IMF Conny Lotze. Hal yang penting, menurutnya, setiap lembaga bersifat komplementer terhadap yang lain.rep:friska yolandha ed: fitria andayani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement