Selasa 05 Aug 2014 13:30 WIB

Tiga Perusahaan Siap Bangun Smelter

Red:

JAKARTA — Perusahaan pemegang perusahaan kontraktor kontrak kerja sama (KKSK) yang berkomitmen membangun pabrik pemurnian dan pengolahan barang tambang mineral (smelter) terus bertambah. Pemerintah menjelaskan, saat ini tiga perusahaan pertambangan menyatakan kesiapannya membangun smelter di Indonesia. Salah satu perusahaan tersebut telah membayar jaminan kesungguhan sebesar 225 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,3 juta triliun. "Itu satu perusahaan, sebetulnya yang sudah siap ada tiga (perusahaan)," kata Menteri Keuangan Chatib Basri yang ditemui usai halalbihalal di kantor Kementerian Bidang Perekonomian di Jakarta, Senin (4/8).

Pemerintah telah menetapkan bea keluar (BK) minerba sebesar 7,5 persen. BK ini dimaksudkan untuk memaksa perusahaan tambang mau membangun smelter di Indonesia. Apabila smelter sudah terbangun, bea keluar yang dikenakan bisa diturunkan. "Tetapi, kita harus cari di tingkat mana perusahaan bisa ekspor, tetapi revenue-nya juga jangan sampai diturunkan, lalu dia tidak bangun smelter-nya. Jadi, dicari tengah-tengahnya," kata Chatib. 

Angka 7,5 persen dianggap cukup karena perusahaan masih dapat melakukan ekspor sekaligus memiliki ruang untuk menambah investasi. Apabila perusahaan menempatkan investasi 7,5 persen, akan mendapatkan BK sebesar 7,5 persen. Jika perusahaan menambah porsi investasi sampai 30 persen, BK diturunkan lagi menjadi lima persen.

"Nah, point of now return-nya adalah 30 persen. Jadi, kalau perusahaan sudah taruh uangnya 30 persen, itu nggak mungkin dia berhenti. Karena, nilai investasinya sekitar Rp 23 triliun-Rp 25 triliun. Sekitar segitu (dana investasi) untuk smelter itu. Jadi, kalau 30 persen itu kan sekitar Rp 8 triliun, nggak mungkinlah orang bangun Rp 8 triliun, kemudian dia diam saja. Jadi, kalau begitu, dia bisa nol," kata Chatib.

Pemerintah juga akan mengkaji perkembangan perusahaan tambang pembangun smelter setiap enam bulan sekali. Apabila perusahaan tidak menambah investasinya, BK untuk perusahaan tersebut tidak bisa diturunkan. Sebaliknya, BK akan diturunkan jika ada penambahan investasi.

Chatib melihat peraturan ini akan menguntungkan kedua belah pihak, baik pemerintah maupun perusahaan tambang. Berkaca dari kondisi terdahulu, ketika pemerintah menetapkan BK sebesar 25 persen, perusahaan tidak melakukan ekspor. Akibatnya, tidak ada keuntungan yang didapatkan perusahaan tambang. "Sekarang dengan 7,5 persen dia ekspor, berarti ada additional atau tambahan negara 7,5 persen kali besarnya yang diekspor walaupun tujuan BK bukan itu. Tetapi, paling nggak ada ekstra," ujar Chatib.

Kehadiran peraturan ini diharapkan akan mendongkrak neraca perdagangan pada Agustus. Perusahaan tambang dikatakan bisa langsung mengekspor konsentrat yang selama ini menumpuk di gudang.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) menandatangani nota kesepahaman (MoU) amendemen kontrak karya. Artinya, PTFI menyetujui semua poin renegosiasi. Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Sukhyar mengungkapkan, Freeport akan melaksanakan kewajiban-kewajibannya, seperti melanjutkan operasi tambang bawah tanah dan pembangunan smelter. rep:meiliani fauziah  ed: zaky al hamzah

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement