Audit kerugian atau laporan penyelewengan yang dibuat oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tak selalu berdampak hukum. Pelaku yang dinilai merugikan negara oleh BPK belum tentu bisa dipenjara.
Menurut Koordinator Bidang Keuangan Pajak dan Perbankan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Adil Wahyu Wijaya, masih adanya perbedaan persepsi antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum (APH) menjadi alasan.
Perbedaan menyangkut dua hal. Pertama, mengenai perbuatan yang dianggap melawan hukum. Kedua, mengenai penghitungan kerugian negara. "Kita harapkan dengan adanya rapat koordinasi, BPK dan APH bisa klik," ujarnya saat ditemui usai mengikuti rapat optimalisasi koordinasi antara BPK dan APH di Jakarta, Senin (11/8).
Adil melanjutkan, selama ini memang banyak laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK yang masuk ke kejaksaan. Namun, menurut kejaksaan, belum semua LHP dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. "Makanya, pada rapat tadi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan adanya diklat bersama untuk menyamakan pandangan," katanya.
Jika antara APH dan BPK sudah mempunyai persepsi yang sama maka penanganan tindak korupsi akan lebih cepat ditindaklanjuti. Dalam pandangan Adil, ranah BPK hanya menghitung kerugian negara. Sedangkan, penentuan apakah temuan BPK termasuk perbuatan melawan hukum atau tidak merupakan kewenangan Kejaksaan Agung.
Ia kemudian mencontohkan penanganan pada kasus bus Transjakarta. Adil menuturkan, persepsi antara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan APH sudah sama. "Namun, penghitungan BPKP belum sama dengan penghitungan kita," katanya.
Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hendar Ristriawan berharap hasil temuan auditor dapat langsung menjadi bahan penyidikan oleh aparat penegak hukum (APH). "Melalui UU No 15 Tahun 2006 BPK mengharapkan agar temuan yang dilaporkan ke APH dapat dijadikan bahan penyidikan," ujar Hendar pada Senin (11/8) di Jakarta.
Menurutnya, dengan menjadikan temuan BPK sebagai bahan penyidikan akan mempercepat proses penanganan tindak pidana korupsi. "APH tidak perlu lagi melakukan penyidikan dari awal," kata Hendar.
Kepala Bidang Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum BPK Nizam Burhanuddin menerangkan, hubungan BPK dan APH terdiri atas lima hal. Pertama, penyerahan temuan yang mengandung unsur pidana. Kedua, permintaan penghitungan kerugian negara.
Ketiga, yakni permintaan ahli dari BPK untuk hadir dalam proses penyidikan peradilan dari APH kepada BPK. Keempat, permintaan dokumen untuk mendukung proses penyidikan peradilan dari APH kepada BPK.
Terakhir, yang terkait perkembangan di APH tentang temuan hasil pemeriksaan BPK. Pada rapat koordinasi juga dihadiri olrh pejabat kepolisian. rep:c88 ed: teguh firmansyah