Impor beras tak lebih dari 500 ribu ton.
JAKARTA-- Menteri Pertanian (Mentan) Suswono menilai Indonesia masih masuk dalam negara kategori surplus beras. Mengutip Angka Ramalan (ARAM) I yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), hingga saat ini produksi gabah kering giling (GKG) berada pada kisaran 70 juta ton. Jumlah itu setara dengan 40 juta ton beras. Kebutuhan beras kita 33-34 juta ton, jadi kalau dihitung, kita masih surplus beras, kata Suswono di kantornya, Senin (18/8).
Menurutna, rata-rata peningkatan produksi padi per tahun sebesar 2,6 persen. Pada 2009, produksi GKG sebanyak 64,4 juta ton, sedangkan pada 2013 naik menjadi 71,29 juta ton. Untuk jagung, rerata produksi meningkat 1,39 persen per tahun. Pada 2009 produksi jagung tercatat 17,63 juta ton dan tahun 2013 meningkat 18,51 juta ton.
Foto:Republika/Prayogi
Pekerja melakukan bongakar muat beras Bulog di gudang Bulog, Jakarta, Senin (24/3).
Suswono melanjutkan, pada akhir tahun Bulog diwajibkan memiliki stok beras minimal 1,5 juta ton. Sehingga, kata politikus PKS itu, besarnya impor tergantung dari kemampuan Bulog untuk menyerap produksi dalam negeri. Namun, ia optimistis dari data yang sudah ada jumlah beras yang akan diimpor tidak akan lebih dari 500 ribu ton. Menko Perekonomian sudah memberikan anggaran kepada Bulog untuk mengimpor beras medium maksimal 300 ribu ton, tapi kami berharap Bulog dapat menyerap lebih baik lagi dari produksi dalam negeri, ujar Suswono.
Persoalan impor pangan menjadi salah satu yang disoroti BPS dalam laporan Sensus Pertanian belum lama ini. Dalam kurun waktu 2003-2013 impor produk pertanian Indonesia justru meningkat. Pada 2003 impor produk pertanian hanya sebesar 3,34 miliar dolar AS. Tahun 2013 impor pertanian mencapai 14,9 miliar dolar AS.
Suswono mengakui Indonesia masih mengimpor beberapa komoditas tanaman pangan. Hingga saat ini, katanya, Indonesia masih mengalami defisit tanaman pangan sehingga jumlah impor lebih banyak ketimbang ekspor. Meski, jika dilihat dari data produksi pangan, Suswono melanjutkan, produksi tanaman pangan mengalami peningkatan. Akan tetapi, dengan meningkatnya pendapatan per kapita secara otomatis konsumsi pangan masyarakat juga ikut meningkat.
Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan kepada Republika mengatakan, upaya untuk meningkatkan produksi pertanian dipengaruhi banyak faktor. Seperti halnya faktor alam dan lahan. Untuk itu, rata-rata pertumbuhan tiga persen per tahun tersebut sudah normal. Ya, memang segitu, katanya.
Hal itu berbeda dengan sektor-sektor lain yang bisa tumbuh lebih besar, seperti perdagangan ataupun perindustrian. Jadi, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB berkurang bukan karena pertanian tidak tumbuh, tapi sektor lain tumbuh lebih besar, ujar mantan kepala BPS tersebut. Berdasarkan data sensus hasil pertanian BPS pada 2003, sektor pertanian menyumbang 15,59 persen dari PDB. Sedangkan, pada 2013 kontribusi pertanian terhadap PDB menjadi hanya 14,43 persen.
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat sepanjang tahun ini, sektor pertanian mengalami surplus perdagangan hingga Rp 20 miliar dolar AS. Surplus ini ditopang oleh adanya produk unggulan pada subsektor perkebunan. Secara keseluruhan komoditas pertanian kita punya sumbangan devisa yang besar dari perkebunan kelapa sawit, kakao, dan karet, kata Suswono memaparkan.
Berdasarkan data yang dirilis BPS, produksi karet kering Indonesia selama tiga tahun terakhir sebesar 630,4 juta ton (2011), 582,8 juta ton (2012), dan 670,4 juta ton (2013/angka sementara). Selain itu, produksi biji sawit sebesar 3.446,04 ton pada 2011 dan meningkat menjadi 3.648,2 ton pada 2013 (angka sementara). Untuk kakao, produksi Indonesia mencapai 67,54 juta ton pada 2011, 53,3 juta ton (2012), dan 54,5 juta ton (2013/angka sementara).
Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan, pemerintah harus menekan impor produk pertanian rep:c88 ed: teguh firmansyah