Perusahaan penjualan pro duk properti, Ray White Indonesia, optimistis pasca-Pemilu Presiden tahun 2014 bisnis properti nasional kian menjanjikan. Alasannya ekspektasi pasar semakin besar mengingat kondisi perekonomian positif.
"Walau bisnis properti tahun ini melambat, kami yakin tahun 2015 diperkirakan penjualan properti baik pasar sekunder maupun primer akan melejit,"kata CEO Ray White Indonesia Johan Boyke Nurtanio, di selasela acara The Regional Biannual Award Ray White Indonesia, di Surabaya, Jumat (29/8).
Hal itu, kata dia, dipicu pengalamannya pascapemilu lima tahun lalu. Biasanya setelah ada agenda politik nasional maka sentimen pasar properti makin positif. "Untuk target penjualan tahun depan kami perlu survei pasar," ujarnya.Ia menyebutkan, tahun ini pihaknya menargetkan pertumbuhan penjualan properti 20 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi pertumbuhan selama tiga tahun terakhir.
"Rata-rata tingkat pertumbuhan penjualan properti kami mencapai 40-45 persen pada 2012 dan 2013 hanya tercapai 25 persen," katanya.
Faktor penyebabnya, tambah dia, adanya kebijakan Cooling Measure dari Bank Indo nesia (BI). Contoh larangan kredit pemilikan rumah (KPR) inden dan kenaikan loan to value (LTV).
"Di sisi lain, terkait penjualan properti kami rata-rata secara nasional hingga 13.000 unit dalam setahun. Komposisi sekitar 70 persen disumbang penjualan properti residensial, 20 persen komersil, dan sisa 10 persen investasi properti," katanya.
Mengenai upaya mencapai target pertumbuhan tahun ini, sebut dia, perusahaan tersebut menggaet PT Bank OCBC NISP Tbk untuk pembiayaan KPR ataupun KPA. Bahkan, bekerja sama dengan situs rumah 123.comguna mendukung dari sisi pemasaran.
"Dengan adanya kemudahan pembiayaan dari perbankan, pada masa mendatang sangat bermanfaat bagi pembeli properti. Apalagi, kini prospek rumah sekunder cukup bagus meskipun untuk properti primer seperti apartemen justru lebih baik," katanya.
Sementara itu, lanjut dia, selama ini pembelian rumah secara tunai menyumbang sebesar 70 persen dan 30 persen melalui program KPR. Namun, masih rendahnya pembelian secara KPR melalui broker menandakan bahwa pasar properti lewat KPR masih besar."Khususnya untuk hunian di pinggiran kota yang sangat bergantung pada KPR," katanya.
Secured Loan Division Head Bank OCBC NISP Dwidadi Sugito yang ditemui di acara yang sama mengatakan pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR)stagnan pada tahun ini akibat perlambatan sektor properti yang disebabkan berbagai tantangan ekonomi di Indonesia."Target kami memang seharusnya dikoreksi. Akan tetapi dari manajemen belum ada pernyataan untuk merevisi target pembiayaan KPR," ujarnya.
Realisasi pembiayaan KPR, ungkap dia, kini memang jauh dari target pembiayaan selama tahun 2014 atau berkisar antara Rp 2 triliun-Rp 2,5 triliun. Sementara, pada semester I/2014 pembiayaan KPR hanya tercapai sekitar Rp 1,2 triliun untuk new booking. "Meski begitu, kami berharap pada akhir tahun ini minimal bisa tumbuh sedikit."
Di sisi lain, tambah dia, tantangan ekonomi pada tahun ini meliputi seperti adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), cooling measure dari Bank Indonesia (BI) berupa larangan KPR inden dan kenaikan loan to value(LTV), pemilu legislatif, dan pemilu presiden.
"Namun, mulai tahun lalu ini uang muka KPR bisa lebih panjang," ucapnya. Lalu, untuk KPR ke dua unitnya justru harus siap sehingga pengembang wajib membangun dulu dan baru bisa menjual. Kalau untuk uang mu ka jangka panjang yang terjadi pihaknya harus puasa lebih dulu.
Sementara itu perusahaan properti, MNC Land, mengoptimalkan pasar apartemen di Surabaya karena besarnya minat masyarakat khususnya pembeli rumah pertama guna memiliki produk hunian tersebut. "Pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur terutama di Surabaya cukup tinggi sehingga menjadi alasan tersendiri bagi kami untuk fokus menggarap sektor properti di sini," kata General Manager Sales and Marketing PT MNC Land Tbk, David Liu. antara, ed: irwan kelana