Cina, Jepang, dan Korea Selatan ramai-ramai menolak buah dari Indonesia yang mengandung lalat buah. Langkah ini dilakukan ketiga negara Asia tersebut untuk melindungi kualitas buah di dalam negeri mereka dari ancaman kerusakan akibat lalat buah.
"Di dalam mangga itu kan ada saja telur lalat buah. Kalau itu keluar dan berkembang biak apalagi masuk ke Cina itu, habis jeruknya Cina, bisa kena hama lalat buah seluruh produksi jeruk Cina," ujar Direktur Tanaman Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Hasanuddin Ibrahim.
Meski mendapat penolakan, eksportir buah lokal tak patah arang. Untuk menyiasati penolakan tersebut, Indonesia mengirimkan buah dalam bentuk olahan. "Kita ekspor keripik, misal keripik pisang, ke tiga negara itu sehingga tidak ada penolakan akibat adanya lalat," kata Hasanuddin.
Berbeda dengan Cina, Jepang, dan Korea Selatan, ekspor buah Indonesia ke Hong Kong dan Timur Tengah lebih lancar. Baik Hong Kong maupun negara-negara di Timur Tengah tidak mempersoalkan lalat buah.
Ekspor produk hortikulutra Indonesia memang masih mendapat penolakan di sejumlah negara. Untuk mengatasi hambatan perdagangan ini, Pemerintah Indonesia mengadakan kesepakatan mutual recognition agreement (MRA) dengan beberapa negara.
Dalam waktu dekat Indonesia akan menyepakati MRA dengan Selandia Baru, Australia, dan Amerika Serikat. Dengan adanya MRA, antara Indonesia dan ketiga negara tersebut sudah terbangun kepercayaan dalam ekspor-impor produk pertanian.
"Ketiga negara itu sudah percaya pada eksportir kita pasti professional, jadi ini tugas dari badan karantina di negara masing-masing untuk memperketat pemeriksaan agar tidak kebobolan," ujar Hasanuddin.
Ia melanjutkan, pemerintah juga tengah menjajaki delivery system marketing dalam mengembangkan industri olahan buah. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan konsumsi buah dalam negeri. Selain menaikkan pamor buah lokal, sistem ini juga diharapkan mampu mengurangi konsumsi buah impor.
Saat ini, Indonesia merupakan eksportir nanas terbesar ketiga di dunia. Komoditas buah lain yang juga mulai dilirik untuk ditingkatkan ekspornya, yakni manggis dan salak.
Kondisi sebaliknya terjadi pada buah impor. Berbagai produk buah dari negara lain selama ini cenderung bebas masuk ke Indonesia. Salah satunya jeruk.
Pemerintah mengaku tak khawatir atas serbuan jeruk impor. Meski jeruk termasuk buah yang paling banyak diimpor ke Indonesia namun jumlahnya jauh lebih kecil jika dibandingkan produksi dalam negeri. Ia menerangkan hampir semua varietas jeruk dapat tumbuh di Indonesia. Hasanuddin mencontohkan jeruk siam madu dari Karo sebagai varietas yang rajin berbuah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi buah Indonesia pada 2010 sebesar 2,028 juta ton. Angka ini menurun menjadi 1,818 juta ton pada 2011.
rep:c88 ed: nidia zuraya