JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memanggil bank-bank besar terkait suku bunga simpanan. Perbankan dinilai melakukan perang suku bunga untuk meningkatkan likuiditas.
Saat ini, OJK tengah menggodok aturan tersebut. Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, OJK masih mencari format aturan suku bunga. "Kita lagi cari formatnya supaya tidak salah dari pandangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)," ujar Nelson dalam pesan singkatnya kepada Republika, Senin (22/9).
Foto:Republika/ Yasin Habibi
Aktivitas di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Senin (22/9).
OJK memiliki beberapa opsi aturan yang sedang dipertimbangkan. Opsi pertama, regulasi yang bersifat rigid. Nelson mengatakan, OJK selama ini menghindari opsi tersebut. Opsi kedua, yakni kompetisi persaingan bunga yang bersifat market driven. Pola tersebut seperti yang terjadi saat ini.
Adapun opsi ketiga, supervisory approach. "Semua ada plus minusnya. Kita lagi melakukan assessment secara komprehensif," katanya.
Senin (22/9), OJK menggelar pertemuan tertutup dengan sejumlah bank besar. Bank-bank yang dipanggil, di antaranya PT Bank Negara Indonesia, Tbk (BNI), PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI), PT Bank Mandiri, Tbk, PT Bank Central Asia, Tbk, PT Bank CIMB Niaga, Tbk, PT Bank Danamon, Tbk, dan PT Bank Internasional Indonesia, Tbk (BII).
Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo menampik adanya perang suku bunga yang dilakukan perbankan. "Yang buat perang adalah nasabah. Kalau kita nggak ada perang. Kami tidak agresif mematok bunga tinggi," ujarnya ketika ditemui usai pertemuan dengan OJK.
Meski demikian, ia mengakui banyak nasabah yang memiliki simpanan di atas Rp 50 miliar meminta suku bunga simpanan yang spesial. Mereka berasal dari perusahaan BUMN. Perusahaan-perusahaan tersebut akan memindahkan dananya jika bank tempat mereka menyimpan dana tidak menuruti keinginannya.
Gatot mengatakan, BNI tidak pernah menjadi yang pertama dalam menaikkan bunga simpanan. Special Rate BNI saat ini dipatok sebesar 10 persen untuk nasabah di atas Rp 10 miliar.
Kepala Ekonom PT Bank International Indonesia, Tbk (BII) Juniman mengatakan, perbankan harus dilindungi dari perang suku bunga. Suku bunga tinggi mengerek biaya dana atau cost of funds. Menurutnya, imbauan tidak cukup untuk mencegah perang suku bunga tersebut. "Harus ada peraturan OJK (POJK). Supaya ini jadi landasan hukum, agar deposan tak melanggar," kata Juniman.
Menurutnya, peraturan yang tepat, yakni membuat batas atas suku bunga spesial. Batas atas bunga simpanan dapat dipatok, misalnya maksimal 200 bps dari LPS Rate. Batas atas bunga simpanan juga lebih baik dibedakan tiap BUKU. Bank BUKU I harus memiliki batas atas bunga simpanan yang lebih tinggi. "Kalau dipukul rata, bank kecil susah juga karena bank kecil, kan risikonya besar," ujarnya.
Penetapan batas atas dilakukan agar deposan juga tidak meminta bunga yang tinggi. Ia mengatakan, peraturan tersebut juga membuat bank tidak tertekan oleh deposan yang meminta bunga tinggi. Saat ini, beberapa bank memberikan spesial rate kepada nasabah besar. Peraturan juga mencegah terjadinya oligopoli serta membuat persaingan perbankan lebih sehat.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah menilai, OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Bank Indonesia (BI) memiliki mekanisme untuk mengurangi risiko dan dampak dari perang suku bunga antarbank. Namun demikian, Firmanzah mengaku belum mengetahui secara pasti bentuk proteksi yang tepat.
Secara khusus, ia mengingatkan pentingnya peran LPS dalam hal ini. Khususnya, untuk memberitahu besaran dana yang dijamin lembaga tersebut terhadap konsumen. "Artinya, sosialisasi ke konsumen, edukasi harus ditingkatkan. Agar konsumen tidak menjadi korban iming-iming bunga tinggi, tapi tidak terproteksi, tidak dijamin LPS," kata Firmanzah..
rep:satya festiani/muhammad iqbal ed: nidia zuraya