JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah tajam sebesar 2,73 persen ke 5.000,81 pada perdagangan Kamis (2/10). Sementara Indeks LQ45 anjlok 27,952 poin (3,21 persen) ke level 842,858.
IHSG mengalami koreksi hingga 140,104 poin menjelang penutupan perdagangan. Penurunan tersebut merupakan penurunan tertajam sejak Mei 2014. Sepanjang hari ini, indeks bergerak pada kisaran 4.996,96-5.107,11.
Pada perdagangan sesi pertama, IHSG sudah turun mendekati 100 poin yakni 96,69 poin atau 1,88 persen ke level 5.044,22. Dalam data perdagangan saham di BEI pada Kamis (2/10), tercatat pelaku pasar asing membukukan jual bersih (nett sell) sebesar Rp 1,487 triliun.
Tercatat transaksi perdagangan saham di BEI sebanyak 285.434 kali dengan volume mencapai 3,93 miliar lembar saham senilai Rp 6,03 triliun. Dari 502 saham yang diperdagangkan, sebanyak 36 saham menguat, 303 saham melemah, dan 163 saham stagnan. Sembilan sektor yang tercatat di Bursa Efek Indonesia melemah dengan pelemahan terbesar dialami sektor aneka industri 5,09 persen.
Turunnya IHSG hingga 100 poin sudah diprediksi akan terjadi setidaknya selama Oktober ini. Selain faktor global yang belum kondusif, panasnya kondisi politik dalam negeri juga turut menyulut IHGS berada di zona merah.
Kepala riset MNC Securities Edwin Sebayang memprediksi IHSG akan berada di level 4.900 sepanjang Oktober ini. Kombinasi kondisi manufaktur Amerika Serikat yang melemah, serangan ebola, kisruh Rusia, dan melambatnya ekonomi Cina serta Eropa ditambah tidak harmonisnya parlemen membuat IHSG turun.
Edwin melihat ketidakefektifan pemerintah karena tidak harmonis dengan parlemen akan berlanjut. ''Ini berpotensi membuat grafik IHSG naik turun,'' kata Edwin.
Laporan keuangan kuartal ketiga yang akan dirilis dalam waktu dekat diharapkan bisa menjadi faktor pendorong sentimen positif. Terlebih jika laporan tersebut menunjukkan pertumbuhan minimal 14 persen.
Edwin menyebut laporan keuangan yang tumbuh rata-rata 14,3 persen sudah baik. ''Jika itu bagus, sentimen negatif bisa dinetralisir apalagi defisit perdagangan Indonesia juga turun menjadi 4,41 miliar dolar AS,'' kata dia.
Sementara Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan, tekanan sentimen negatif dari dalam dan luar negeri, kembali membuat pemodal asing melakukan aksi jual saham. "Panasnya suhu politik di dalam negeri, sebenarnya tidak terlalu mengganggu pergerakan IHSG BEI. Akan tetapi, kondisi itu berlangsung bersamaan dengan bursa regional yang tertekan sehingga pengaruhnya cukup besar," katanya.
Direktur Teknologi Informasi dan Manajemen Risiko BEI Adikin Basirun mengatakan, setiap pasar akan berada fase rebalancing dan wait and see di setiap perubahan pemerin tahan. Positifnya, perubahan akan membawa perbaikan.Jika pun ada gejolak di pasar, itu sudah merupakan hal biasa. Tinggal bagaimana merespons agar gejolak tak berkepanjangan.
"Bagaimana pasar merespons terefleksi dalam naik turun indeks. Jika indeks turun, pasar tidak setuju dengan kondisi yang ada dan sebaliknya,'' kata Adikin.
Namun, lanjut Adikin, tidak dapat dimungkiri ada pula yang memanfaatkan situasi ini untuk ambil untung sebab IHSG naik cukup tinggi beberapa tahun belakangan. Ia yakin Indonesia masih potensial bagi perkembangan investasi ke depannya.
Sementara itu, Koordinator Komite Ketua Umum Asosia si Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Susy Meilina tak ingin banyak berkomentar tentang kondisi politik saat ini. Sebagai bagian pelaku pasar modal, APEI menaruh banyak harapan kepada pe merintah baru.
"Semoga pemerintah baru peduli dengan pasar modal nasional dan mendukung program-program OJK dan BEI.Biar bagaimanapun pasar modal Indonesia harus jadi tuan rumah di negeri sendiri,''tutur Susy. Karena itu, investor domestik harus diperbanyak meski saat ini 63 persen investor pasar modal Indonesia adalah investor asing.
rep:fuji pratiwi/antara ed: nidia zuraya